SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

Jalan Sabuk Perbatasan RI-RDTL Amblas 40 Meter Akses ke Ibukota Kecamatan Tasifeto Putus


POS KUPANG.COM, ATAMBUA- Jalan raya Sabuk Merah perbatasan RI-RDTL yang dibangun tahun 2015 amblas. Lokasinya persis di Dusun Asulait, Desa Sarabau, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Jumat (27/1/2017).
Amblasnya ruas jalan yang dibangun menggunakan dana APBN senilai ratusan miliar rupiah, ini terjadi setelah wilayah itu diguyur hujan sepekan terakhir.
Pantauan Pos Kupang di lokasi, Minggu (29/1/2017), ruas jalan yang amblas ini sepanjang kurang lebih 40 meter. Terdapat longsor yang menyebabkab permukaan tanah menurun dengan kedalaman hampir lima meter. Akibatnya, akses jalan dari arah Sadi dan Dusun Asulait menuju Wedomu, Ibukota Kecamatan Tastim putus total.
Selain titik ini, ada dua titik lainnya di Dusun Oeleu, Desa Sarabau juga putus dan satu titik lainnya nyaris amblas dan putus. Ruas jalan yang putus serta titik-titik yang rawan longsor sudah dipasangi garis polisi.
Beberapa warga dari Dusun Asulait yang akan menuju Wedomu terpaksa harus berjalan kaki membawa barang-barangnya melintasi tanah longsor itu. Mobil ataupun sepeda motor tidak bisa melewati ruas jalan ini, karena jurang yang dalam.
Petrus Mau Koi, salah seorang warga yang melintas mengatakan, karena jalan putus ini, dirinya dan keluarga harus berjalan kaki membawa barang-barang dari Asulait menuju Sarabau. Dirinya berharap, segera ada penanganan agar arus transportasi bisa kembali lancar.
"Kalau begini terus, sangat kesulitan.Mau ke kantor camat harus putar lagi ke Atambua baru balik kembali," ujarnya.
Kepala Desa Sarabau, Belmindo Roberto Rinmalae yang ditemui di TKP, Minggu (29/1/2017) mengatakan, ruas jalan itu amblas pada Jumat (27/1/2017), namun dirinya baru mengetahuinya setelah diberitahu kepala dusunnya melalui sambungan telepon. Setelah mendapat informasi, lanjutnya, dia langsung memberi tahu Camat Tastim.
"Besok baru kami laporkan bencana ini ke bupati untuk diketahui," kata Rinmalae.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jalan Sabuk Merah perbatasan, Edwin yang bersama rombongannya meninjau ruas jalan ini enggan berkomentar. Sambil berusaha menjauh dan menuju mobilnya, Edwin mengatakan, saat itu bukan saat yang tepat untuk dirinya berbicara karena masih harus memantau titik-titik lainnya.
Semeter Lagi
Longsor juga kini mengintai puluhan rumah warga RT 24/RW 4, Kelurahan Fatubenao B, Kecamatan Kota Atambua yang tinggal di bantaran Kali Talau. Mereka resah melihat longsor yang semakin mendekati rumahnya.

Pasalnya, saat ini jurang dalam akibat pengikisan Kali Talau semakin mendekati perumahan warga. Marsel Basu adalah salah satu warga yang paling gelisah akibat longsor ini. Luas tanah miliknya yang dulu berjarak puluhan meter dari bibir kali, kini tinggal satu meter lantaran terjadi pengikisan dan tidak tertangani dengan baik.
Kepada wartawan Jumat (27/1/2017), Marsel didampingi isterinya mengatakan, sejak dua hari berturut-turut hujan melanda Kota Atambua dan sekitarnya, mereka tidak bisa tidur lantaran khawatir longsor membawa rumah mereka.
"Malam kami tidak bisa tidur lagi kalau hujan takut longsor. Kami rencana mau bongkar rumah dan pindahkan barang-barang sebelum longsor," ujarnya.
Dikatakan Marsel, pada Jumat (27/1/2017) subuh sekitar pukul 04.00 Wita, rumpun bambu yang setahun terakhir menahan rumah dari longsor dan jurang sedalam lebih dari 10 meter, ambruk dan terbawa banjir.
"Tahun lalu masih sekitar empat meter tapi tadi pagi sekitar pukul 04.00 Wita, longsong lagi dan sekarang tinggal satu meter saja," katanya.
Marsel merasa tidak ada kepedulian dari pemerintah lantaran sudah disampaikan berkali-kali melalui berbagai forum, termasuk pengaduan resmi ke pemerintah setempat, namun belum ada penanganan apapun.
"Kalau mau bilang kecewa, jelas kecewa. Ini sudah sejak tahun 2012 tapi tidak pernah ada tanggapan. Kami merasa seperti pemerintah tidak peduli dengan nasib kami," katanya. 
Menurutnya, pada awal tahun 2016 lalu, terjadi longsor yang sama dan setelah ada pemberitaan di media massa, ada salah satu kontraktor yang melakukan aktivitas pengerukan di Kali Talau, namun kemudian terhenti tanpa diketahui sebabnya.

"Tahun lalu sempat ada yang keruk kali, tapi hanya beberapa hari saja, sudah berhenti. Katanya ada masalah tapi kami tidak tahu persis. Kami minta ini segera ditangani," pintanya.
Selaian itu di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, Desa Silawan, juga terkena dampak dari hujan deras yang mengguyur selama sepekan terakhir. Tembok penahan pada sisi kali dari bagian Indonesia ambruk tergerus banjir.
Menurut Kepala Desa Silawan, Ferdi Mones, ambruknya sisi tembok penahan itu karena arus banjir yang kuat dan longsor. Dikatakannya, jika kondisi itu tidak segera ditangani, maka pagar tembok akan ambruk dan terbawa banjir menuju laut. (roy)

Komentar