SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

Audit Manfaat Embung, Ini yang Perlu Dilakukan di NTT

Empat anggota DPRD Manggarai pantau pekerjaan proyek embung di Kecamatan Cibal


Oleh: Isidorus Lilijawa
Tenaga Ahli DPR RI

POS KUPANG.COM - Hampir setiap tahun Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dilanda bencana kekeringan. Eksesnya adalah gagal tanam dan produksi pertanian serta peternakan menurun. Kelaparan menghantui. Ramai-ramai orang mengeluhkan kekurangan air dan hujan yang terbatas.
Air dan hujan dikambinghitamkan ketika kelaparan mendera dan gagal tanam terjadi. Lantas, pemerintah pun mulai membangun embung di mana-mana. Pertanyaannya, apakah embung-embung itu bermanfaat dan dapat menghentikan ratap dan jerit rakyat atas persoalan kekurangan air?
Menanam Air
Provinsi NTT mempunyai keadaan iklim yang tergolong daerah tropis kering (semi arid) dengan curah hujan rata-rata 1,200 mm/tahun.Musim hujan biasanya terjadi medio Desember hingga bulan Maret dengan intensitas curah hujan yang tinggi dalam durasi waktu yang pendek, sehingga sering menimbulkan banjir.

Sedangkan delapan bulan lainnya berlangsung musim kemarau yang menyebabkan debit sumber air menurun drastis, daerah pertanian mengalami kekeringan, pasokan air baku tidak memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan maupun perdesaan.
Kebutuhan air bagi masyarakat NTT adalah 1,3 milliar kubik/tahun. Namun potensi air di NTT yang terbuang percuma adalah 16,7 miliar kubik. NTT adalah salah satu daerah yang curah hujannya sedikit. Setiap tahun El Nino menghampiri. Panas berkepanjangan. Persoalan yang rutin setiap tahun ini menjadi pergumulan banyak pihak, baik pemerintah, legislator maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Gerakan tanam air pun menggema di NTT. Ini adalah sebuah gerakan menyelamatkan NTT dari kekeringan berkepanjangan. Singkatnya, gerakan ini bertujuan menanam air hujan yang setiap tahun turun di bumi NTT agar air tidak mengalir begitu saja dan meresap kembali ke perut bumi.
Wujud nyatanya melalui pembangunan 
embung-embung baik skala kecil, sedang maupun dalam skala besar yang disebut bendungan/waduk. Embung menampung air hujan agar dapat dimanfaatkan untuk minuman ternak, pertanian hingga kebutuhan rumah tangga.

Kondisi geografis dan topografis NTT memungkinkan menanam air sebanyak-banyaknya pada musim hujan. Hujan adalah berkat. Selama ini air hujan tidak dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu wujud nyata gerakan panen air adalah membangun embung sebanyak-banyaknya dan bendungan atau waduk.
Dalam kalkulasi komisi V DPR RI, NTT membutuhkan sekitar 4.500 embung dan puluhan waduk. Jika setiap tahun hanya dibangun 10 embung, maka kita butuh waktu 450 tahun untuk bisa membangun 4.500 embung. Ini nonsense.
Karena itu, sejak dipercaya menjadi ketua Komisi V DPR RI, Putra NTT, Fary Francis bersama mitra dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat khususnya di Dirjen Sumber Daya Air terus mendorong pembangunan embung-embung kecil, sambil mendorong pembangunan waduk supaya daya tampung air untuk pertanian lebih besar. Sejak tahun 2009, komisi V DPR RI terus mendorong agar setiap tahun dibangun kurang lebih 100 embung di NTT.
Untuk mendukung gerakan panen air ini, tak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi sendiri datang ke NTT dalam rangka ground breaking Bendungan Raknamo dan Bendungan Rotiklot. Kelaparan, rawan pangan, gagal tanam, semuanya berkorelasi dengan ketersediaan air.
Walaupun NTT mendapatkan tujuh bendungan besar selama 5 tahun ini, namun membangun embung-embung kecil dan sedang harus terus didorong. Minimal setiap tahun di NTT dapat dibangun 100 embung. Sehingga dalam beberapa tahun ke depan minimal setiap desa yang langganan kekeringan memiliki satu embung.
Audit Manfaat
Dalam konteks tulisan ini, audit manfaat embung adalah suatu proses pemeriksaan terhadap embung-embung yang telah dibangun bukan saja dari sisi teknis pengerjaan tetapi sejauh mana embung itu bermanfaat bagi rakyat sekitar dan membawa perubahan nyata bagi masyarakat. Pertanyaan penting bagi kita saat ini apakah embung-embung yang sudah dibangun itu semuanya bermanfaat bagi rakyat? Apakah rakyat merasa penting untuk memanfaatkan embung-embung itu?

Sejauh ini memang belum ada studi komprehensif tentang itu. Namun, persoalan ini mesti juga menjadi kajian dari Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II. Mengapa? Karena setiap program pembangunan mesti berdampak bagi rakyat. Jika embung yang setiap tahun sekian banyak dibangun namun tidak terlalu memberi manfaat bagi rakyat, maka mesti ada tindakan audit manfaat terhadap kehadiran embung-embung itu.
Bisa saja sebagai proyek, embung-embung itu sukses dibangun. Namun dari aspek pemberdayaan, embung-embung itu gagal memberikan manfaat untuk rakyat karena memang rusak dan tidak ada airnya; atau juga karena masyarakat tidak merasa bermanfaat (penting) memaanfaatkan embung-embung tersebut untuk kebutuhan pertanian dan peternakannya karena pemahaman atau wawasan yang terbatas. Jika itu yang terjadi maka tugas pemerintah tidak saja membangun embung, tetapi menyadarkan rakyat bagaimana dan untuk apa menggunakan dan memanfaatkan embung-embung itu. Ini jauh lebih penting dari sekadar proyek.
Audit manfaat ini mengandaikan data. Mesti ada mapping data yang jelas sudah ada berapa banyak embung yang dibangun, di daerah mana saja. Lalu hingga saat ini dari jumlah tersebut, berapa banyak embung yang sudah tidak berfungsi lagi, mengapa tidak berfungsi. Berapa banyak yang masih berfungsi, dan seberapa bermanfaatnya yang masih berfungsi itu bagi rakyat.
Berkaitan dengan manfaat ini, perlu ditelusuri apakah yang berubah di kampung atau desa dengan kehadiran embung. Apakah lahan-lahan pertanian warga sudah sering ditanami? Apakah ternak warga tidak kesulitan air minum? Apakah warga tidak mesti membeli sayur-sayuran di pasar karena sudah bisa dipanen di lahan sendiri yang mudah ditanami karena pasokan air dari embung terjangkau? Apakah pendapatan ekonomi warga meningkat karena lahan-lahan mereka sudah menghasilkan tanaman-tanaman hortikultura yang kapan saja dipasarkan ke kota?
Tanggal 11 Mei 2017, dalam kegiatan reses wakil rakyat NTT, kami mengunjungi Jemaat Fatububut di desa Oeekam Kecamatan Noebeba Kabupaten TTS. Di desa ini telah dibangun embung dan dikelola oleh warga setempat yang membentuk kelompok-kelompok tani yang dikoordinir oleh Pendeta Jefry Watileo. Kebetulan memang lokasi embung itu berdekatan dengan gereja. Pendeta Jefry dan kelompok tani setempat memanfaatkan embung ini dengan sangat positif. Di sekitar area embung ditanami aneka tanaman sayur-sayuran dan hortikultura. Sudah beberapa kali dipanen dan dilempar ke pasar.
Di dalam embung dipelihara berbagai jenis ikan yang jumlahnya ratusan ekor. Dalam satu dua bulan ke depan siap dipanen. Di atas permukaan embung dibuat kandang ayam, yang menampung ratusan ekor ayam kampung.
Di beberapa sisi lokasi embung dibuat beberapa lopo kecil semacam tempat beristirahat. Air dari embung ini didistribusikan ke rumah-rumah warga. Mereka membangun bak-bak penampung. Di setiap lahan mereka tanami sayur dan berbagai tanaman lainnya dengan air yang diambil dari bak penampung itu.
Kehadiran embung di Fatububut memberikan harapan dan menghidupkan geliat ekonomi. Warga mendapatkan manfaat langsung atas kehadiran embung dimaksud. Embung Fatububut bisa menjadi model bagaimana embung bermanfaat bagi warga dan sanggup membawa perubahan bagi warga.
Tentu ini juga menjadi catatan bagi instansi terkait untuk melakukan audit manfaat embung di tempat lain. Semuanya demi tujuan kehadiran embung sebagai berkat itu benar-benar dirasakan warga, bukan sekadar sebagai proyek semata. 
Sumber:

Komentar