- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MORAL POLITIK : Perjuangan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk membangun Jembatan Pancasila Palmerah disertai dengan turbin listrik energi baru terbarukan berkekuatan 300 Megawatt (MW) di Kabupaten Flores Timur terus berlanjut.
Perjuangan tersebut bisa laksana ombak yang tak jenuh-jenuhnya menerpa karang-karang kokoh di bibir pantai, berharap bisa merambat ruang hingga ke tengah-tengah kota, ataupun ke tepian bukit di hutan belantara nan hijau.
Masyarakat di Pulau Flores, Lembata, Alor, Sumba Raya, dan daratan Timor terus menanti khabar suka cita dimulainya ground breaking (peletakan batu pertama) dimulainya proyek mega raksasa ukuran NTT ini.
Kapankah masa dan ketikanya? Simak saja wawancara eksklusif media ini dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) Provinsi NTT Andreas W. Koreh di Kantor Dinas PU-PR NTT yang beralamat di Kantor Gubernur NTT Pertama, Jl. Basuki Rahmad, Kota Kupang, Jumat (1/9/2017) pukul 11.30 WITA.
Bisakah Anda menjelaskan perihal progress (kemajuan) dari rencana pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah disertai dengan turbin listrik energi baru terbarukan di Kabupaten Flores Timur?
Bicara tentang Jembatan Pancasila Palmerah sebenarnya masih on schedule (sesuai jadwal). Tahapan yang sedang kita lakukan adalah Pre-Feasibility Study (P-FS) oleh Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, yang progress (kemajuan) yang kami peroleh mencapai 36-40 persen. Memang ada delay (menunda) sedikit dari target, tetapi ini hanya soal persepsi. Oleh karena itu sekarang kita sedang mengupayakan penyamaan persepsi dengan konsultan yang melakukan P-FS dengan Balai Jalan sebagai pemilik pekerjaan.
Tetapi menurut laporan yang lainnya, dari konsultan kepada kami, ternyata potensi di laut yang sempit di Larantuka ini melebihi ekspetasi yang kami duga. Contoh misalnya, kekuatan arus berdasarkan hasil penelitian dari BPTP tahun 2008 dan hasil kontrol mereka lewat satelit, kecepatan arus gelombang itu berkisar 2,5 hingga 3 kilometer perdetik. Tetapi setelah mereka pasang alat selama hampir satu bulan, dilakukan scaning daftar laut di sana, kecepatannya bisa mencapai lima meter perdetik. Sehingga potensi listrik yang awalnya diprediksi 300 Megawatt bisa capai di atasnya.
Kedua, mereka juga meneliti arus di sana itu bolak balik, tetapi ada kesenjangan atau sela selama 20 menit. Arus pergi, 20 menit kemudian dia balik lagi. Sangking kerasnya, dalam kedalaman 28-35 meter tidak ada kehidupan di dasar laut; atau tidak ada biota semisal karang dan sebagainya yang hidup di sana. Tetapi dengan arusnya yang deras mereka sangat yakin dengan potensi yang ada.
Itu berarti tidak ada persoalan dengan lokasi pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah plus turbin listrik energi baru tebarukan, ‘kan?
Benar tidak ada persoalan, atau kekhawatiran lagi. Akan tetapi persoalannya sekarang adalah bagaimana skema pembiayaannya?
Dari sisi P-FS yang akan dilanjutkan dengan Feasibility Study (FS), secara sepintas itu akan sangat layak sebagai sebuah daerah yang memiliki nilai lebih atau review new (ulasan baru) sebagai daerah yang memilik arus laut untuk menghasilkan listrik. Pada skema pembiayaannya cukup banyak. Misalnya ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Belanda, atau Pemerintah Belanda beserta Investor, dan Pemerintah Belanda, Investor, dan Pemerintah Indonesia. Skema ini sangat mempengaruhi harga jual listrik.
Apakah ketiga skema tersebut bisa mempengaruhi harga jual listrik?
Tentu saja, skema-skema itu akan sangat mempengaruhi harga jual listrik. Sebab berdasarkan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan, kalau datang dari laut ketentuannya harus dibeli. Pembelinya adalah PLN. Sekarang persoalannya PLN beli dengan harga berapa? Ini yang masih mereka diskusikan.
Dalam paparan mereka kepada saya, mereka punya skema ada 16 sen dollar kalau mereka tanggung semua. Kalau dibiayai oleh suplound, mereka tawarkan dengan 10 sen dollar, malah terakhir kemarin kalau dibiayai oleh salah satu lembaga donor di Belanda, mereka berani buka juga dengan 7 sen dollar per kilo.
Kondisi hari ini, PLN membayarnya dengan 9 sen dollar per kilo. Artinya dari sisi kelayakan sebenarnya sangat layak.
Berarti sudah tidak ada masalah lagi?
Nah ini yang harus kita pahami bersama. Sebab persoalan itu tidak lagi di domain pemerintah daerah. Keputusan ada di Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Bappenas, ESDM, Keuangan, dan mungkin Menko Maritim.
Kondisi terakhir Pak Gubernur bersurat kepada Menteri ESDM untuk minta pertemuan karena Duta Besar Belanda bersama Investor dari Belanda sudah bertemu Menteri PPN/Kepala Bappenas, ESDM, Keuangan. Mereka sangat antusias dengan proyek ini. Karena ada energi baru terbarukan yang kini sedang menjadi primadona.
Berdasarkan perhitungan Menteri ESDM, kita punya energi fosil hanya cukup untuk 18 tahun kedepan. Kalau sekarang kita tidak pikirkan energi baru terbarukan maka energi kita bisa saja habis.
Ini berita bagus, tapi bagi Gubernur dan saya, mekanisme dan tata caranya harus dilampaui. Contohnya investor melakukan lebih dari apa yang diminta, yaitu dia sudah lakukan PFS, FS, Detail Engenering, dan Amdal.
Tidak ada masalah lagi dengan Ground Breaking (Peletakan Batu Pertama) pembangunannya pada Desember 2017 mendatang?
Kita berharap pada Desember 2017 mendatang seluruh rangkaian administrasi bisa clear (bersih/selesai), sehingga Ground Breaking sudah bisa dilaksanakan. Karena apa? Survei sudah, survei potensi sudah, bentuk jembatan juga sudah siap, jadi tinggal bagaimana menyepakati harga jualnya saja. Itu bukan domain gubernur tapi domain Negara dalam hal ini Presiden.
Masih adakah keragu-raguan dengan potensi di Selat Gonsalu?
Hal yang selama ini diragukan adalah potensial tidak Selat Gonsalu, tapi dari hasil survei menunjukkan bahwa sangat potensial. Ekspetasi mereka 2,5 sampai 3 meter per detik, tapi ternyata bisa sampai 5 meter per detik.
Malah mereka katakan lebih dari 300 MW, sedangkan kebutuhan NTT akan listrik tidak sampai sebesar itu. Sekarang di Flores Timur hanya butuh 4 MW, pada tahun 2020 semua Flores hanya butuhkan 94 MW.
Itu belum gabung dengan energi bioternal, sayangnya sangat mahal.
Simpulannya?
Pembangunan Jembatan Pancasila Pal Merah dilengkapi dengan turbin listrik energi baru terbarukan masih on the track(di lintasan), Ground Breaking pada 20 Desember 2017 masih terbuka. Kalaupun terjadi pergeseran mungkin ke Januari, Februari atau Maret 2018. Tetapi artinya kita cukup senang karena potensi kita ada. Selama ini kita hanya menduga, tetapi melalui peralatan mereka yang sangat canggih yang dipasang di Selat Gonsalu ternyata jauh dari perkiraan mereka. Prinsipnya sangat surprise (mengherankan).
Masih adakah tahapan yang harus dilintasi secermat mungkin?
Sekarang yang sedang kami pikirkan adalah derap langkah dari tahapan PFS, FS, Detail Engenering, Amdal.
Apakah Memorandum of Understanding (MoU) terabaikan?
Oh tidak! Justru MoU ini sangat penting sebab akan dibicarakan soal nilai jualnya. Mau dijual berapa dan dalam berapa tahun harus dibicarakan terlebih dahulu? Bagaimana cara pembayarannya? Pemerintah Daerah mendapat apa? Karena Pemerintah Daerah juga punya andil besar.
Singkat kata, mereka menginvestasikan, lalu Pemda dapat apa? Dari proses ini harus dibicarakan lagi dengan lebih cermat.
Siapa yang akan mengelolanya setelah di launching (luncurkan)?
Untuk sementara tentu oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tapi kita belum tahu bagaimana final desetion (keputusan terakhir) dari Pemerintah Pusat. Butuh kesabaran, berjuang sembari berdoa….
Sumber:
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar