SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

Bangun Jembatan Palmerah Sebuah Peluang

SIMAK PENJELASAN - Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, sedang menyimak penjelasan Kadis PUPR NTT, Ir. Andre W Koreh, MT tentang rencana pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, di Larantuka, Selasa (31/10/2017).



Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, menyatakan, Indonesia butuh banyak investor untuk membangun infrastruktur sektor perhubungan. Sebab pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai hal tersebut.
Kepada Kompas.com, di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (20/4/2017), Menhub Budi Karya mengatakan, Indonesia butuh dana hingga Rp 1.000 triliun untuk membangun infrastruktur. Sementara, pemerintah Indonesia hanya mampu sediakan Rp 400 triliun untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Di sinilah peran investor untuk menutupi kekurangan pembiayaan pembangunan infrastruktur sektor perhubungan.
Pernyataan sama juga dilontarkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Menurut Sri, pembangunan infrastruktur sepanjang 2014-2019 membutuhkan dana sebesar Rp 5.000 triliun. Kebutuhan dana tersebut mustahil dipenuhi dari APBN. Karena itu perlu partisipasi BUMN dan swasta dalam merealisasikan pembangunan infrastruktur. Dengan keterlibatan kedua pihak, pembangunan infrastruktur tidak memberatkan APBN (medanbisnisdaily.com, 25 Oktober 2017).
Apabila pernyataan kedua menteri tersebut ditarik ke konteks lokal pembangunan Provinsi NTT, maka rencana pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah di Kabupaten Flores Timur (Flotim) sebenarnya merupakan sebuah terobosan sekaligus peluang mengatasi persoalan pembiayaan infrastruktur yang dihadapi saat ini. Sebab, kalau membangun NTT dengan hanya mengharapkan dana yang disediakan oleh pemerintah dalam bentuk DAU dan DAK sangat tidak mungkin. Kemajuan NTT berjalan di tempat karena kemampuan pemerintah masih sangat terbatas.
Untuk merealisasikan pembangunan Jembatan Palmerah, sejauh ini pemerintah Indonesia baru mengeluarkan dana kurang lebih Rp 11,5 miliar untuk Pra Feasibility Study (FS), masing-masing dari APBD I NTT Rp 1,5 miliar dan APBN Rp 10 miliar. Selebihnya akan dibangun menggunakan dana investor dalam bentuk investasi.
Meski demikian, rencana ini tetap mendapat reaksi dari masyarakat. Tak sedikit suara yang mengatakan, untuk apa Pemprov NTT mengundang investor membangun jembatan tersebut. Lebih baik dana yang ada digunakan untuk membangun jalan provinsi yang dalam kondisi rusak.
Menanggapi pernyataan masyarakat tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi NTT, Ir. Andre W Koreh, MT, dalam berbagai kesempatan dan saat Sarasehan Sehari di Hotel Ima-Kupang, Kamis (30/11/2017), malah balik bertanya, apakah kalau Jembatan Palmerah tidak dibangun lalu dengan sendirinya masalah jalan provinsi bisa diatasi?
"Membangun Jembatan Palmerah tak mengganggu pembangunan jalan provinsi. Skema pembiayaan pembangunan jalan provinsi itu menggunakan DAU dan DAK, dan dananya tidak terganggu. Sedangkan pembangunan Jembatan Palmerahmerupakan investasi oleh investor asing. Kita tidak bisa undang investor bangun jalan provinsi karena investor itu cari untung. Investor itu mau investasi kalau dapat untung, seperti jalan tol. Sedangkan jalan provinsi investor tidak mau bangun karena tidak berbayar. Kecuali di Jembatan Palmerah, masyarakat yang lewat disitu tidak bayar karena investor tidak mencari keuntungan dari jembatan tapi dari energi listrik yang dihasilkan arus laut yang dijual ke PLN," katanya.
Dikatakannya, untuk membangun NTT, jika hanya mengharapkan turunnya DAU dan DAK tidak akan bisa karena mendapatkan dana DAU dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah. Dan karena hitungan seperti itu, dana yang didapatkan Provinsi NTT setiap tahun sangat kecil. Karena itu perlu melakukan terobosan dengan mengundang investor berinvestasi di daerah ini.
"Karena adanya kebutuhan akan konektivitas, ada potensi arus laut, ada wisata religi yang dihadiri wisatawan dari seluruh penjuru dunia, ada potensi perkebuhan, perikanan, dan lain-lain di sana, ada investor yang mau menginvestasikan modalnya, dan ada teknologi, mengapa kita tidak manfaatkan peluang ini? Apalagi kalau dikaitkan dengan kebutuhan akan energi baru dan terbarukan yang sedang digalakkan oleh pemerintah pusat saat ini, maka pembangunan jembatan ini merupakan peluang. Potensi arus laut di Selat Gonzalu sangat tinggi di dunia dan tentu tidak akan habis seperti fosil," katanya.
Andre memahami kalau ada yang masih memrotes rencana pembangunan Jembatan Palmerah itu. Menurutnya hal itu biasa dan risiko dari sebuah langkah terobosan. "Dulu saat Presiden Soekarno membangun Monas dan Gelora Bung Karno, banyak yang protes. Begitu juga ketika Soeharto membangun Taman Mini Indonesia Indah, banyak yang protes. Tapi sekarang, siapa yang tidak bangga dengan Monas, Gelora Bung Karno, dan Taman Mini Indonesia Indah? Sekarang kalau orang ke Jakarta belum mengunjungi Monas seperti belum ke Jakarta," katanya.
Tantangan yang pernah dialami oleh dua pemimpin negeri ini juga yang mendorong mereka untuk terus melangkah berjuang membangun Jembatan Palmerah di Flotim menjadi kenyataan. Dan bersyukur perjuangan itu sudah hampir menjadi kenyataan. Diharapkan paling lama bulan Maret 2018 dilakukan peletakan batu pertama. "Jangan mengharapkan seribu langkah kalau kita tidak memulai langkah pertama," katanya.
Sumber:

Komentar