SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

UU Jasa Konstruksi Beri Rasa Aman, Begini Penjelasannya


Oleh: Ir. Andreas Wellem Koreh, MT
Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Provinsi Nusa Tenggara Timur

POS KUPANG.COM - Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan tujuan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat.
Sektor Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.
Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi berperan pula mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa dan secara luas mendukung perekonomian nasional.
Oleh karena penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi.
Maka telah dilakukan penyempurnaan pengaturan bidang Jasa Konstruksi melalui UU yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017.
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.
UU ini mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas; mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi; menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Pengaturan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam UU yang baru ini dilakukan beberapa penyesuaian guna mengakomodasi kebutuhan hukum dalam praktik empiris di masyarakat.
Berkembangnya sektor Jasa Konstruksi yang semakin kompleks dan semakin tingginya tingkat persaingan layanan Jasa Konstruksi baik di tingkat nasional maupun internasional membutuhkan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha.
Sebagai penyempurnaan terhadap UU sebelumnya, terdapat beberapa materi yang diubah, ditambahkan, dan disempurnakan dalam UU ini antara lain cakupan Jasa Konstruksi; kualifikasi usaha Jasa Konstruksi; pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi; pembagian tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; penguatan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; pengaturan tenaga kerja konstruksi yang komprehensif baik tenaga kerja konstruksi lokal maupun asing; dibentuknya sistem informasi Jasa Konstruksiyang terintegrasi; dan perubahan paradigma kelembagaan sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; serta penghapusan ketentuan pidana dengan menekankan pada sanksi administratif dan aspek keperdataan dalam hal terjadi sengketa antar para pihak.
Untuk menjamin keberlanjutan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi, UU ini juga mengatur bahwa terhadap adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa, proses pemeriksaan hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Dalam hal dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran terkait dengan kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang
Tindak lanjut temuan kerugian negara dalam LHP BPK; administrasi atau pidana
Di dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK disebutkan bahwa BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan Negara.

Selanjutnya dalam Pasal 10 ayat (2) yang antara lain menyatakan, penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK. Pasal 10 ayat (3) yang antara lain menyatakan untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau:
a). Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain.b). Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK, dan c). Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Bahwa di dalam Pasal 20 UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Ayat (1) pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Ayat (2) pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Ayat (3) jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
Ayat (4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ayat (5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan hasil pemeriksaan BPK dan kewenangan melakukan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada prinsipnya berada pada ranah hukum administrasi negara (administratif), sehingga sepanjang rekomendasi BPK terhadap hasil pemeriksaan telah ditindaklanjuti oleh pejabat yang bersangkutan, berarti kewajiban administratifnya bagi BPK telah selesai, dengan demikian adanya pengembalian oleh para pihak sebagaimana disebutkan dalam rekomendasi BPK, berarti kerugian negara/daerah dalam temuan tersebut telah dipulihkan.
Tiga hal yang paling sering menjadi temuan pemeriksaan BPK: 1. Terjadi kelebihan pembayaran dengan rekomendasi menyetorkan kelebihan tersebut ke kas negara; 2. Terjadi kekurangan volume pekerjaan, dengan rekomendasi menambah volume pekerjaan sesuai spesifikasi dalam kontrak;
3.Kualitas pekerjaan tidak baik, dengan rekomendasi memperbaiki kualitas pekerjaan sesuai spesifikasi dalam kontrak.
Atas rekomendasi yang telah ditindaklanjuti tersebut tentunya BPK tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap lebih jauh unsur pidana di dalamnya, dan tentunya BPK tidak perlu lagi melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum untuk dilakukan penyidikan (pasal 8 ayat (3), (4) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK).
Dengan demikian, jika sebelum ditetapkannya UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, banyak pihak merasa takut untuk menjadi pengguna anggaran (PA), PPK dan Pokja atau Panitia Pengadaan Barang/Jasa karena sangat rentan dikriminalisasi.
Ketakutan/ kehati-hatian yang berlebihan itu berdampak pada lambatnya proses pengadaan barang/jasa, terlambatnya peyelesaian berbagai proyek strategis pemerintah dan terindikasi pada makin besarnya SILPA (sisa lebih penggunaan anggaran), maka setelah ditetapkannya UU No. 2 Tahun 2017 diharapkan para kontraktor dan ASN tidak perlu lagi takut melaksanakan tugasnya sepanjang tidak memiliki niat jahat untuk merugikan keuangan negara.
Sumber:

Komentar