EDARAN LIBUR PASKAH TAHUN 2024

Komisi III Ragukan Kinerja PT Nindya Karya


Hadrianus Bambang Nurhadi Widihartono


Soal Rusaknya Jalan Sabuk Merah

Rusaknya jalan sabuk merah ruas Mota’ain-Silawan-Salore-Haliwen-Sadi-Asumanu-Haekesak di titik Halibete Desa Lasiolat Kecamatan Lasiolat, mendapat perhatian Komisi III DPRD Belu.
“Waktu kunker komisi III ke Nualain, kami sempat berhenti beberapa menit di lokasi jalan sabuk merah yang rusak  di Halibete. Memang jalannya turun dari permukaan jalan yang sebenarnya karena kondisi tanah yang labil. Tapi sebagai kontraktor yang sudah mampan seperti PT Nindya Karya, mereka sebenarnya sudah tahu kondisi tanah di Belu, apalagi wilayah Timur umumnya kondisi tanahnya labil. Sehingga mereka seharusnya punya perencanaan yang matang untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk ketika terjadi penurunan atau pergeseran tanah sehingga hasil  pekerjaan mereka tidak rusak karena masalah penurunan tanah seperti yang terjadi di Halibete,” kata Ketua Komisi III DPRD Belu, Theodorus Manek kepada Timor Express, di Atambua, Senin (19/2).
Ia menilai, rusaknya jalan hotmix sabuk merah perbatasan di Halibete, sebagai akibat kurang matangnya perencanaan oleh konsultan perencanaan. Menurutnya, pengalaman ambruknya jalan sabuk merah perbatasan di titik Asulait Desa Sadi tahun lalu, seharusnya menjadi pengalaman berharga bagi konsultan perencanaan proyek jalan sabuk merah perbatasan ruas Mota’ain-Silawan-Salore-Haliwen-Sadi-Asumanu-Haekesak.
“Bagi saya, seharusnya tidak terjadi jalan rusak lagi akibat pergeseran tanah kalau perencanaan bagus. Tapi karena perencanaan tidak bercermin pada keadaan sebelumnya, makanya terjadi lagi jalan rusak karena pergeseran tanah. Konsultan perencanaan seharusnya sudah  memperhitungkan faktor kondisi tanah yang labil, karena lokasi proyeknya berada pada kondisi topografi yang sama. Jadi saya simpulkan, rusaknya jalan hotmix sabuk merah perbatasan di Halibete sebenarnya penyebab dasarnya perencanaan yang tidak matang,” kritik Theodorus.
Anggota Fraksi Partai Golkar ini meminta kontraktor pelaksana PT Nindya Karya dan konsultan perencana untuk mengevaluasi lagi kinerja mereka untuk mengambil langkah yang tepat dalam mengatasi masalah kerusakan pada titik tersebut.
“Tolong pikirkan perencanaan yang lebih baik untuk memperbaiki kerusakan yang ada. Saya dengar informasi katanya kontraktornya sudah berusaha memperbaiki kerusakan jalannya, tetapi setelah beberapa waktu kemudian jalannya rusak lagi karena kondisi tanahnya tetap bergeser, makanya kami harap perbaiki berikut harus lebih bagus lagi, sehingga mutu pekerjaan tetap terjamin,” kata Theodorus.
Hadrianus Bambang Nurhadi Widihartono kepada Timor Express saat dikonfirmasi, Senin (19/2) menjelaskan, daerah tersebut merupakan daerah labil. Ia mengaku, kerusakan tersebut sengaja dibiarkan, setelah itu baru ditangani.
“Kalau sekarang saya tangani, hujan masih tinggi, risiko nanti di kami lagi. Kalau kita mau tangani semua daerah yang jenis tanah bobonaro clay, tentu dana kita tidak cukup. Cara-cara praktis seperti yang ada di Sadi. Tempat-tempat yang kritis kita tangani. Kalau seluruh jalur ini saya tangani, tidak cukup uang kita,” ungkapnya.
Ia mengaku, jenis tanah bobonaro clay sangat spesifik dan menyebar, tidak seluruhnya. Karena yang rusak spot-spot. “Kejadian yang di Sadi seperti itu. Kita turun, selidiki dan mudah-mudahan itu bisa jadi contoh soal penyelesaian terhadap lokasi yang sakitnya sama,” ujarnya.
Diakui, penanganan sementara sudah dilakukan. “Kita sudah tutup, nanti turun, kita tutup lagi. Biar saja, ngak apa-apa. Karena ini gerakannya tidak langsung berhenti. Itu memang sifatnya begitu. Kita hanya mengendalikan yang penting tidak putus. Tapi kalau musim kering saya lakukan seperti di Sadi. Itu teknologinya tidak susah,” urainya. 
Sumber:

Komentar