SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

Bronjong Kali Mota Babulu Ambruk

AMBRUK. Beginilah kondisi bronjong yang ambruk di kali Mota Babulu.

Bronjong normalisasi kali Mota Babulu terancam ambruk akibat longsor. Padahal, bangunan bronjong baru selesai dikerjakan awal tahun 2016. Diduga kuat, penyebab longsor akibat diterjang banjir.
Pantauan Timor Express, Rabu (11/4) bangunan bronjong normalisasi kali di Desa Rainawe Kecamatan Kobalima Timur. Pasangan bronjong nyaris ambruk disejumlah titik. Belum dipastikan kerusakan itu akibat terkikis banjir atau akibat maraknya penambangan material pasir dan batu dibibir pasangan bronjong. Bila tidak diperbaiki secepatnya, tentu kerusakannya melebar dan lebih parah.
Kepala Desa Renawe, Marselus SM Bere menuturkan, proyek bronjong rampung awal tahun 2016. Panjang 1.000 meter lebih, dengan anggaran sebesar Rp  1 miliar lebih yang bersumber dari APBN.
Menurut Marselus, proyek tersebut saat selesai dikerjakan sempat roboh di salah satu titik karena diterjang banjir. Kondisi saat ini sejumlah titik juga ikut terancam roboh, pasangan bronjong sudah miring.
Ada sejumlah titik bronjong posisinya terancam jatuh ke kali. Kedudukan pasangannya sudah tergantung karena terkikis air. Kerusakan tersebut sudah dipantau setelah ada laporan  masyarakat.
Dia menilai, aktivitas penambangan pasir dan batu menggunakan ekskavator. Penambangan galian C justru berpengaruh terhadap kerusakan penahan bronjong.
“Masyarakat lapor karena keberadaan ekskavator sangat merugikan masyarakat. Tiap hari ekskavator beroperasi di sepanjang kali sehingga bronjong rusak,” ungkapnya.
Masyarakat khawatir jangan sampai terjadi musibah banjir seperti tahun sebelumnya. Terdapat 40 unit rumah warga di pinggir kali tergenang luapan banjir. Untuk itu, sangat tidak tepat dilakukan penambangan pasir dan batu menggunakan alat berat disepanjang kali sebab lokasi berpotensi terjadi banjir.
Dikatakan, yang terjadi selama ini ada oknum masyarakat yang mengklaim kali di dekat lokasi kebunnya, sehingga memberikan izin untuk dilakukan aktivitas penambangan. Padahal, kali menjadi milik negara dan bukan kuasai perorangan. Penambangan tentu dilakukan dilokasi yang tepat yang tidak membahayakan masyarakat.
“Kita lihat aktivitas penambagan sangat merugikan orang banyak. Longsor bisa membayakan rumah bahkan ada kebunan masyarakat ikut rusak,” ungkapnya.
Dikatakan, setelah mendapat laporan masyarakat dan peninjauan di lokasi, sebagai kepala wilayah sudah berkoordinasi dengan kepala Desa Alas Selatan sebagai pembatas wilayah kali, bahkan sudah mengadu ke polisi untuk pindahkan ekskavator. Herannya, di lokasi kali masih saja ada aktivitas penambangan.
“Saya sudah berkoordinasi untuk tegur ekskavator tapi heran masih ada aktivitas penambangan,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Proyek PT Bina Nusa Lestari (BNL), Suryo Andaru membenarkan bahwa dua alat beratnya yang ditempatkan di kali Mota Babulu,  untuk penambangan sudah ditarik keluar sejak masyarakat protes.
“Saya sudah keluarkan alat berat biar situasi tenang. Saya juga heran alat berat berhenti tapi ada alat berat lain yang masih beraktivitas,” tandasnya.
Suryo membenarkan terkait retribusi yang dilakukan oknum warga setempat
senilai Rp 38.000 setiap truk. Upah yang diberikan sebagai kesepakatan izin karena penambangan di lokasi bekas kebunnya.
“Dia mengaku itu kebunnya sehingga perusahaan bayar ke orang yang bersangkutan. Kita bayar karena penambangan di bekas kebunnya yang saat ini sudah jadi kali,” tandasnya.
Sumber:

Komentar