EDARAN LIBUR PASKAH TAHUN 2024

Andreas Koreh Tak Pantas Bicara Jembatan Palmerah


Sebagai seorang kepala dinas, Andreas Koreh dianggap bertindak di luar etika. Kapasitas seorang kepala dinas adalah pelaksana kebijakan di lapangan. Sehingga yang pantas bicara soal kelanjutan program adalah Penjabat Gubernur atau atasannya Sekda.
Meski belum dibahas di Komisi V DPR RI (komisi yang membidangi PU-PR) dan Komisi VII (Energi dan Sumber Daya Mineral), namun Kepala Dinas PU-PR NTT Andreas Wellem Koreh, menegaskan bahwa Jembatan Palmerah di Kabupaten Flores Timur, akan tetap dibangun.


Walau berkali-kali sudah dijadwalkan peletakkan batu pertama (ground breaking) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), namun tak pernah dipenuhi Presiden Jokowi, namun hal itu dianggap angin lalu sang Kadis PU-PR NTT.
Kepada media nasional di Kupang seperti yang dikutip Ngopibareng.id, Selasa (24/7), Andreas Koreh menegaskan bahwa pembangunan jembatan Pancasila Palmerah akan tetap dilaksanakan.
“Jadi tidak berhenti rencana peletakan batu pertamanya,” kata Andreas Koreh kepada Antara dan dikutip Ngopibareng.id.
Pernyataan Andreas Koreh tersebut memantik kritikan pedas dari Pengamat Sosial Politik Undana Lazarus Jehamat.
“Sebagai seorang kepala dinas, dia (Andreas) tidak pantas bicara soal itu. Itu menabrak etika birokrasi,” tegasnya.
Bagi Lazarus, Kadis Andreas bertindak di luar etika birokrasi. Mestinya dia sadar bahwa sejak 16 Juli 2018 lalu, pemerintahan sudah berganti. Sehingga sebagai seorang kepala dinas yang hanya punya peran sebagai pelaksana di lapangan. Yang pantas bicara itu adalah Penjabat Gubernur, atau bahkan dengan Gubernur dan Wagub Terpilih.
“Dia hanya seorang kadis. Apapun program pemerintah lama, harus konsultasi dengan atasan. Dalam hal ini penjabat Gubernur. Dari sisi etika birokrasi, omongan dia sudah merupakan bentuk pembangkangan kepada atasan,” ungkap Lazarus.
Dalam konteks afirmasi, lanjut Lazarus, Kadis Andreas hanya memiliki hak untuk menjalankan program gubernur di lapangan “Jelas, secara etika mestinya begitu. Walau utk konteks afirmasi pembangunan, kadis punya hak pelaksana di lapangan,” katanya.
Namun, ada hal penting yang patut dipahami para pejabat birokrasi adalah bahwa tupoksinya masing-masing. Bagian mana bukan kapsitasnya, dan mana yang bisa langsung dikerjakan pejabat setingkat kadis. “Soal kebijakan, kadis wajib konsultasi dengan atasan. Apalagi program itu adalah program dari pemerintahan sebelumnya. Mestinya dia berkonsultasi dengan Penjabat Gubernur. Atau bahkan menemui tim Viktor-Josef baru bicara karena soal dilanjutkan atau tidak itu program, pasangan Viktor-Josef yang akan menentukan.” tegasnya.
Lazarus juga mencurigai ada kepentingan politis di balik langkah Kadis Andreas yang ngotot ingin membangun jembatan itu. Sebab, tahun depan ada Pemilu Legislatif menuju kursi DPR RI di Senayan. “Proyek itu dicetuskan mantan Gubernur Frans Lebu Raya (dan Andreas Koreh) dan akan ada Pileg (DPR RI) tahun depan. Bisa saja publik menilai seperti itu,” pungkasnya

Tetap Lanjut
Seperti dirilis Ngopibareng.id, Selasa (24/7), kepada Antara di Kupang kemarin, Andre Koreh secara panjang lebar kembali menyuarakan kelanjutan rencana pembangunan jembatan prestisuis seharga Rp 4,5 triliun tersebut.
“Pembangunan jembatan Pancasila Palmerah tetap dilaksanakan. Jadi tidak berhenti rencana peletakan batu pertamanya,” kata Andreas.
Ia menegaskan bahwa dana untuk pembangunan jembatan sepanjang 800 meter serta turbin listrik dari arus Selat Gonzalu itu, tidak diambil dari APBN atau APBD. Bahkan, tidak dibahas oleh DPR RI karena memang murni investasi antara Indonesia dan Belanda.
“Ini kan investasi antarkedua negara, jadi yang menginvestasilah yang menyediakan anggaran. Kemudian jika ada yang membelinya maka otomatis semua biaya dikeluarkan oleh pihak investor. Dalam hal ini PT Tidal Bridge dari Belanda,” tambahnya.
Pembangunan jembatan dan pembangkit listrik tenaga air laut (PLTAL), menurut dia, jika pola kelayakan dan studinya disesuaikan dengan investasi dan teknologi dan harganya cocok antara pihak investor dan pihak Indonesia dalam hal ini PLN, maka sudah pasti akan dibangun.
“Yang beli listrik yang dihasilkan dari turbin listrik yang digantung di jembatan itu `kan PLN. Nah PLN `kan yang menggunakan energi jadi semuanya kembali lagi kepada PLN,” tambahnya.

Dibahas Kemarin
Pada bagian lain, dia mengatakan pembahasan tentang kelanjutan pembangunan Jembatan Palmerah kembali dilakukan pada Selasa (24/7) di Jakarta yang rapatnya dimulai pukul 15.00 WIB.


Rapat tersebut dilaksanakan di Kementerian ESDM yang akan dipimpin langsung oleh Dirjen Energi Baru Terbarukan Rida Mulyana terkait studi konektivitas dengan pihak PLN yang dipaparkan oleh Konsorsium dari Belanda PT Tidal Brigde.
“Studi konektivitas itu sudah dipresentasikan bulan lalu, namun masih ada perbaikan, sehingga hari ini nanti jam 15.00 WIB akan ada presentasi ulang,” ujarnya.
Hasil rapat tersebut, kata dia, nantinya akan dibicarakan lagi untuk memutuskan apakah PLN akan membeli listrik yang dihasilkan oleh turbin tersebut atau tidak.
Sumber:

Komentar