SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

Bangun Infrastruktur Bangkitkan NTT Menuju Masyarakat Sejahtera

Kepala Dinas PUPR NTT, Ir. Andre W Koreh, MT


Visi Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi, lima tahun ke depan (2018 2023) adalah NTT Bangkit Menuju Masyarakat Sejahtera Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan lima misi. Misi ketiga adalah "Meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur untuk mempercepat pembangunan inklusif, berkelanjutan dan berbasis sumber daya lokal di NTT" dengan program aksi khusus di bidang Pekerjaan Umum, yaitu

a. Peningkatan kapasitas dan kualitas jalan provinsi dan jalan nasional; b. Membangun dan meningkatkan kualitas jalan, jembatan, serta pelabuhan ke daerah daerah pinggiran dan terisolir; c. Membangun embung di setiap desa di Provinsi NTT untuk mendukung ketersediaan air baku.

Infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi (Grigg:1988).

Secara umum, infrastruktur dapat dibedakan kedalam dua kelompok yaitu infrastruktur non pekerjaan umum dan infrastruktur pekerjaan umum. Infrastruktur non pekerjaan umum terdiri atas infrastruktur di bidang ESDM (pembangkit listrik, kilang, dll), di bidang perhubungan (jalan rel kereta api, pelabuhan, bandar udara), di bidang Kominfo, kesehatan, dan di bidang pendidikan.

Sedangkan infrastruktur pekerjaan umum mengacu pada Perpres No.15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, terdiri atas infrastruktur di bidang sumber daya air, jalan, perumahan, kawasan permukiman, bangunan gedung, air minum, air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan.

Untuk mendukung kebijakan Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT yang menetapkan sektor pariwisata sebagai prime mover yang akan menggerakkan ekonomi untuk perubahan NTT, maka perlu didukung oleh pembangunan infrastruktur pekerjaan umum jalan dan jembatan, air bersih, drainase dan persampahan.

Semua itu menjadi tugas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Sesuai Peraturan Daerah Provinsi NTT No. 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi NTT dan Peraturan Gubernur NTT No. 58 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Dinas PUPR Provinsi NTT, tugas Dinas PUPR NTT adalah membantu gubernur melaksanakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada daerah.
Peran Stakeholder

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari peran stakeholder yaitu Pemerintah (Pusat), Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), Media Massa (cetak dan elektronik), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat melalui kegiatan koordinasi untuk sinkronisasi program/ kegiatan.


1. Pemerintah
Kehadiran pemerintah pada hakekatnya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo dan M. Jusuf Kalla selama empat tahun terakhir memberikan prioritas pada pembangunan infrastruktur yang tidak Jawasentris tetapi Indonesiasentris.

Dalam empat tahun terakhir telah diterbitkan tiga Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pertama, Perpres No. 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Dalam Perpres ini ditetapkan beberapa proyek strategis di NTT, yaitu: 
1) Revitalisasi Bandara Labuan Bajo, Komodo, 
2) Pengembangan Pelabuhan Kupang, 
3) Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Mota'ain, Kabupaten Belu (Proyek ini telah selesai dan telah diresmikan pada tahun 2017),
4) Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Motamasin, Kabupaten Malaka (Proyek ini telah selesai dan telah diresmikan pada tahun 2017),
5) Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara (telah selesai dan diresmikan pada tahun 2017),
6) Pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang (telah selesai dan telah diresmikan), 
7) Pembangunan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu (Progres fisik 96% dan akan diresmikan pada tahun 2018 ini), 
8) Percepatan pembangunan infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih untuk 10 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) Prioritas Danau Toba, Pulau Seribu, Tanjung Lesung dan 7 kawasan lainnya (termasuk Taman Nasional Komodo NTT).

Kedua, Perpres No. 58 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Perpres No. 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Melalui Perpres ini, ditetapkan lagi beberapa proyek strategis di NTT sebagai berikut: 1) Pembangunan Bendungan Kolhua di Kota Kupang (Belum terealisasi karena permasalahan lahan),

2) Pembangunan Bendungan Mbay di Kabupaten Nagekeo (belum terealisasi karena permasalahan lahan), 3) Pembangunan Bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka (Progres fisik mencapai 33,08%), dan 4) Pembangunan Bendungan Temef di Kabupaten TTS (Progres fisik telah mencapai 9,9%).
 

Ketiga, Perpres No. 56 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pada Perpres yang ketiga ini untuk Provinsi NTT tidak terdapat proyek baru, kecuali penetapan kembali proyek proyek yang telah ditetapkan pada Perpres No. 3 Tahun 2016 dan Perpres No. 58 Tahun 2017, namun belum dimulai/ belum selesai.

2. Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
Pelaksanaan pembangunan daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur pembagian kewenangan yang diikuti dengan desentralisasi fiskal. Meskipun dalam implementasi desentralisasi fiskal dalam bentuk dana transfer ke daerah masih dirasa "kurang adil" karena belum memperhatikan besarnya kewenangan daerah serta kondisi faktual wilayah.

Dalam UU tersebut juga mengatur urusan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang merupakan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 1.192 pulau, 432 pulau di antaranya sudah mempunyai nama dan sisanya sampai saat ini belum. Luas wilayah daratan 48.718,10 km2 atau 2,49% luas Indonesia dan luas wilayah perairan ± 200.000 km2 di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Jumlah penduduk Provinsi NTT adalah 4.683.827 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,07% (BPS NTT, 2010).

Secara defacto Provinsi NTT adalah provinsi yang Berciri Kepulauan, namun secara dejure pemerintah belum menetapkan UU yang mengatur tentang Provinsi yang Berciri Kepulauan. Pengelolaan kawasan provinsi kepulauan seharusnya diatur dengan UU khusus. Namun, saat ini kewenangan provinsi kepulauan hanya dijelaskan melalui beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


Ini berarti, kewenangan Provinsi Kepulauan masih belum banyak diperhatikan, apalagi belum ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari UU No. 23 Tahun 2014 tersebut.

UU No. 23/2014 Pasal 29 ayat (1) menyebutkan, untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan di Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan, Pemerintah Pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan dan menetapkan kebijakan DAU dan DAK harus memperhatikan Provinsi yang Berciri Kepulauan.

Alokasi DAU oleh Pemerintah Provinsi NTT dan DAK oleh Pemerintah Pusat untuk urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebelum dan setelah ditetapkannya UU No.23 Tahun 2014 berubah tidak cukup signifikan bahkan cenderung sama setiap tahun. Hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah untuk terus memperjuangkannya ke Pemerintah Pusat.

Terlepas masih terbatasnya alokasi dana transfer ke daerah, Pemerintah Provinsi NTT saat ini berupaya memacu pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan jalan dan jembatan, dengan pola pendekatan pembangunan Prioritas Kepulauan untuk mendukung sentra sentra pariwisata dan sentra sentra produksi, sebagai berikut:

1. Pulau Flores, di Kabupaten Manggarai Timur (Jalan Provinsi, Ruas Belaing Mukun Mbazang sepanjang HRS 17.5 Km dan GO 5 Km), dan Kabupaten Ngada (Jalan Provinsi, Ruas Waiklambu Riung Mboras sepanjang 7.5 Km).

2. Pulau Timor di Kabupaten Kupang (Jalan Kabupaten, Ruas Bokong Lelogama sepanjang 40 Km). 3. Pulau Sumba di Kabupaten Sumba Timur (Jalan Provinsi, Ruas Nggongi Wahang Malahar sepanjang 20 Km).

Disamping pola pendekatan pembangunan prioritas kepulauan, pola pendekatan pembangunan prioritas kabupaten untuk mendukung sentra sentra pariwisata dan sentra sentra produksi dengan memperhatikan asas pemerataan, maka kegiatan pembangunan jalan kewenangan provinsi secara merata di seluruh kabupaten/ kota masing masing kurang lebih 1,5 2 Km tetap dilakukan.


Di bidang Sumber Daya Air dan Irigasi, pemerintah akan berupaya memenuhi ketersediaan air irigasi dengan membangun 42 DI kewenangan provinsi. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air baku, pemerintah provinsi akan membangun 4.000 embung dengan asumsi setiap desa di NTT bisa lebih dari satu buah embung.

Sementara ini terus mendorong agar rencana pemerintah menyelesaikan pembangunan empat bendungan lagi dari enam bendungan yang telah ditetapkan dalam Perpres tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan membantu menyelesaikan masalah sosial di lapangan terutama masalah lahan.

3. Media Massa
Peranan media massa dalam pembangunan adalah sebagai agen pembaharu (agent of social change) atau membantu memperkenalkan perubahan sosial. Dalam hal ini media massa dapat dimanfaatkan untuk merangsang proses pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi dan membantu mempercepat proses peralihan masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat yang modern serta menyampaikan pada masyarakat program program pembangunan nasional maupun daerah.

Sebagai agen pembaharu, yang perlu diperhatikan adalah informasi yang disampaikan media massa haruslah informasi yang sesuai, yakni yang memenuhi syarat pemberitaan yang sesuai.

Salah satu etika di bidang media yang sering kita dengar adalah tentang prinsip cover both side dalam pemberitaan, yakni dalam menyebarkan informasi, harus ada keseimbangan berita. Sudah bukan zamannya lagi media massa berpegang pada prinsip "bad news is good news".

Cover both side dalam kerangka reportase para jurnalis, menjadi sebuah prinsip yang berhubungan dengan perlakuan adil terhadap semua pihak yang menjadi objek berita/informasi, dengan meliput semua atau kedua belah pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa.

4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM merupakan organisasi yang didirikan oleh sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dengan tujuan tidak untuk kepentingannya pribadi, melainkan untuk membantu kesejahteraan masyarakat umum.
Sebagai organisasi non formal, LSM telah menjalankan berbagai program pembangunan berskala kecil di berbagai bidang seperti irigasi, pertanian, pusat kesehatan masyarakat, kerohanian, bersama sama dengan program program yang meningkatkan penghasilan seperti kerajinan tangan (organisasi profesi). 
LSM dan pemerintah (negara) merupakan mobilisator yang sama tujuannya yaitu membangun negeri menuju yang lebih baik. LSM cenderung melakukan aksi daripada teori dalam melaksanakan pembangunan negeri. Bersama pemerintah, LSM membangun negeri menuju masa depan yang lebih baik, dan kini LSM dapat disebut sebagai partner pemerintah untuk melaksanakan pembangunan.


5. Masyarakat
Untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan, inisiatif dan kreativitas dari anggota masyarakat yang lahir dari kesadaran dan tanggung jawab sebagai makhluk sosial diharapkan tumbuh berkembang sebagai suatu partisipasi.

Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif, masyarakat dapat juga keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah.

Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tidak hanya dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan tapi juga yang berkaitan dengan hak milik lahan yang selama ini masih menjadi kendala sehingga beberapa proyek strategis nasional yang telah ditetapkan dalam perpres belum dapat dilaksanakan. Contohnya Bendungan Kolhua di Kota Kupang dan Bendungan Mbay di Kabupaten Nagekeo.

Fenomena ketidaktepatan dalam penggunaan alokasi anggaran pemerintah akibat tidak sinkronnya/ketidaksejalanan program/ kegiatan antar sektor dan antar tingkat pemerintahan dengan kepentingan yang berbeda. Karena di antara masing masing sektor ini tidak ada katalisator/penghubung yang mampu mempertemukan pemikiran yang ada pada setiap sektor tersebut menjadi sinergi.

Siapa yang mampu menjadi katalisator adalah koordinator yang mampu menjebatani dan mengkoordinasikan kedua kepentingan yang berbeda tadi. Setelah ada koordinator, sangat disayangkan koordinator tersebut kurang mampu menjebatani pemikiran masing masing sektor tersebut karena masing masing sektor ngotot dengan argumentasi yang berbeda, mempertahankan pola pikir sesuai kepentingan subjektif dan sempit.

Hal ini seringkali dimanfaatkan oleh koordinator yang juga mempunyai kepentingan pribadi yang negatif, dan munculah istilah perencanaan tidak efektif dan tidak tepat sasaran, yang sebenarnya bukan kesalahan sepihak tetapi karena tidak adanya pemikiran untuk mengalah demi mencapai tujuan bersama yang sejalan untuk kepentingan bersama.

Fungsi koordinasi dalam mengaplikasikan program kegiatan pembangunan antara pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha selama ini belum berjalan baik. Implikasi dari UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah lemahnya fungsi koordinasi antara pusat dan daerah, lemahnya fungsi koordinasi antara para pelaku usaha karena ada persaingan bisnis, lemahnya fungsi koordinasi antara pelaku usaha dengan masyarakat, dan lemahnya fungsi koordinasi antara pelaku usaha dengan pekerjanya, dan yang sangat mengganggu program pembangunan adalah lemahnya fungsi koordinasi antara lembaga pemerintah, dan lemahnya fungsi koordinasi antara bagian di satu organisasi pemerintahan.
Menjadi aparatur pemerintahan haruslah mampu untuk menjadi koordinator yang memiliki kemampuan publik relation, supel, mampu menjadi komunikator, pintar dalam memecahkan permasalahan, berkorban untuk dapat mendengar dan melihat permasalahan, siap menerima kritikan maupun masukan yang positif untuk kepentingan yang lebih besar.

Sumber:

Komentar