- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Kepala Dinas PUPR NTT, Ir. Andre W Koreh, MT |
Visi Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil
Gubernur NTT, Josef Nae Soi, lima tahun ke depan (2018 2023) adalah NTT Bangkit
Menuju Masyarakat Sejahtera Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan lima misi. Misi ketiga
adalah "Meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur untuk
mempercepat pembangunan inklusif, berkelanjutan dan berbasis sumber daya lokal
di NTT" dengan program aksi khusus di bidang Pekerjaan Umum, yaitu
a.
Peningkatan kapasitas dan kualitas jalan provinsi dan jalan nasional; b.
Membangun dan meningkatkan kualitas jalan, jembatan, serta pelabuhan ke daerah
daerah pinggiran dan terisolir; c. Membangun embung di setiap desa di Provinsi
NTT untuk mendukung ketersediaan air baku.
Infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan
transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas publik
lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan
sosial maupun kebutuhan ekonomi (Grigg:1988).
Secara umum, infrastruktur dapat dibedakan kedalam dua kelompok yaitu
infrastruktur non pekerjaan umum dan infrastruktur pekerjaan umum. Infrastruktur
non pekerjaan umum terdiri atas infrastruktur di bidang ESDM (pembangkit
listrik, kilang, dll), di bidang perhubungan (jalan rel kereta api, pelabuhan,
bandar udara), di bidang Kominfo, kesehatan, dan di bidang pendidikan.
Sedangkan infrastruktur pekerjaan umum mengacu pada Perpres No.15 Tahun
2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, terdiri atas
infrastruktur di bidang sumber daya air, jalan, perumahan, kawasan permukiman,
bangunan gedung, air minum, air limbah dan drainase lingkungan serta
persampahan.
Untuk mendukung kebijakan Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT yang
menetapkan sektor pariwisata sebagai prime mover yang akan menggerakkan ekonomi
untuk perubahan NTT, maka perlu didukung oleh pembangunan infrastruktur
pekerjaan umum jalan dan jembatan, air bersih, drainase dan persampahan.
Semua itu menjadi tugas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang (PUPR). Sesuai Peraturan Daerah Provinsi NTT No. 9 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi NTT dan Peraturan Gubernur
NTT No. 58 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi
Dinas PUPR Provinsi NTT, tugas Dinas PUPR NTT adalah membantu gubernur
melaksanakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang yang
menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada daerah.
Peran Stakeholder
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan tidak terlepas dari
peran stakeholder yaitu Pemerintah (Pusat), Pemerintah Daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota), Media Massa (cetak dan elektronik), Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan masyarakat melalui kegiatan koordinasi untuk sinkronisasi program/
kegiatan.
1. Pemerintah
Kehadiran pemerintah pada hakekatnya untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo
dan M. Jusuf Kalla selama empat tahun terakhir memberikan prioritas pada
pembangunan infrastruktur yang tidak Jawasentris tetapi Indonesiasentris.
Dalam empat tahun terakhir telah diterbitkan tiga Peraturan Presiden
(Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pertama,
Perpres No. 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional.
Dalam Perpres ini ditetapkan beberapa proyek strategis di NTT, yaitu:
1)
Revitalisasi Bandara Labuan Bajo, Komodo,
2) Pengembangan Pelabuhan Kupang,
3)
Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Mota'ain,
Kabupaten Belu (Proyek ini telah selesai dan telah diresmikan pada tahun 2017),
4) Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang
Motamasin, Kabupaten Malaka (Proyek ini telah selesai dan telah diresmikan pada
tahun 2017),
5) Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana
Penunjang Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara (telah selesai dan diresmikan pada
tahun 2017),
6) Pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang (telah selesai dan
telah diresmikan),
7) Pembangunan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu (Progres
fisik 96% dan akan diresmikan pada tahun 2018 ini),
8) Percepatan pembangunan
infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih untuk 10 kawasan strategis
pariwisata nasional (KSPN) Prioritas Danau Toba, Pulau Seribu, Tanjung Lesung
dan 7 kawasan lainnya (termasuk Taman Nasional Komodo NTT).
Kedua, Perpres No. 58 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Perpres No. 3
Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Melalui
Perpres ini, ditetapkan lagi beberapa proyek strategis di NTT sebagai berikut:
1) Pembangunan Bendungan Kolhua di Kota Kupang (Belum terealisasi karena
permasalahan lahan),
2)
Pembangunan Bendungan Mbay di Kabupaten Nagekeo (belum terealisasi karena
permasalahan lahan), 3) Pembangunan Bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka
(Progres fisik mencapai 33,08%), dan 4) Pembangunan Bendungan Temef di
Kabupaten TTS (Progres fisik telah mencapai 9,9%).
Ketiga, Perpres No. 56 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua
Atas Perpres No. 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional. Pada Perpres yang ketiga ini untuk Provinsi NTT tidak terdapat proyek
baru, kecuali penetapan kembali proyek proyek yang telah ditetapkan pada Perpres
No. 3 Tahun 2016 dan Perpres No. 58 Tahun 2017, namun belum dimulai/ belum
selesai.
2. Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
Pelaksanaan pembangunan daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah telah mengatur pembagian kewenangan yang diikuti dengan
desentralisasi fiskal. Meskipun dalam implementasi desentralisasi fiskal dalam
bentuk dana transfer ke daerah masih dirasa "kurang adil" karena
belum memperhatikan besarnya kewenangan daerah serta kondisi faktual wilayah.
Dalam UU tersebut juga mengatur urusan Bidang Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang merupakan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan
dasar.
Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 1.192 pulau,
432 pulau di antaranya sudah mempunyai nama dan sisanya sampai saat ini belum.
Luas wilayah daratan 48.718,10 km2 atau 2,49% luas Indonesia dan luas wilayah
perairan ± 200.000 km2 di luar perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(ZEEI). Jumlah penduduk Provinsi NTT adalah 4.683.827 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 2,07% (BPS NTT, 2010).
Secara defacto Provinsi NTT adalah provinsi yang Berciri Kepulauan, namun
secara dejure pemerintah belum menetapkan UU yang mengatur tentang Provinsi
yang Berciri Kepulauan. Pengelolaan kawasan provinsi kepulauan seharusnya
diatur dengan UU khusus. Namun, saat ini kewenangan provinsi kepulauan hanya
dijelaskan melalui beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Ini berarti, kewenangan Provinsi Kepulauan masih belum banyak
diperhatikan, apalagi belum ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai
penjabaran lebih lanjut dari UU No. 23 Tahun 2014 tersebut.
UU No. 23/2014 Pasal 29 ayat (1) menyebutkan, untuk mendukung
penyelenggaraan pemerintahan di Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan,
Pemerintah Pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan dan menetapkan
kebijakan DAU dan DAK harus memperhatikan Provinsi yang Berciri Kepulauan.
Alokasi DAU oleh Pemerintah Provinsi NTT dan DAK oleh Pemerintah Pusat
untuk urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebelum dan setelah
ditetapkannya UU No.23 Tahun 2014 berubah tidak cukup signifikan bahkan
cenderung sama setiap tahun. Hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah
untuk terus memperjuangkannya ke Pemerintah Pusat.
Terlepas
masih terbatasnya alokasi dana transfer ke daerah, Pemerintah Provinsi NTT saat
ini berupaya memacu pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan jalan dan
jembatan, dengan pola pendekatan pembangunan Prioritas Kepulauan untuk
mendukung sentra sentra pariwisata dan sentra sentra produksi, sebagai berikut:
1. Pulau Flores, di Kabupaten Manggarai Timur (Jalan
Provinsi, Ruas Belaing Mukun Mbazang sepanjang HRS 17.5 Km dan GO 5 Km), dan
Kabupaten Ngada (Jalan Provinsi, Ruas Waiklambu Riung Mboras sepanjang 7.5 Km).
2. Pulau Timor di Kabupaten Kupang (Jalan Kabupaten, Ruas Bokong Lelogama
sepanjang 40 Km). 3. Pulau Sumba di Kabupaten Sumba Timur (Jalan Provinsi, Ruas
Nggongi Wahang Malahar sepanjang 20 Km).
Disamping pola pendekatan pembangunan prioritas kepulauan, pola pendekatan
pembangunan prioritas kabupaten untuk mendukung sentra sentra pariwisata dan
sentra sentra produksi dengan memperhatikan asas pemerataan, maka kegiatan
pembangunan jalan kewenangan provinsi secara merata di seluruh kabupaten/ kota
masing masing kurang lebih 1,5 2 Km tetap dilakukan.
Di bidang Sumber Daya Air dan Irigasi, pemerintah akan
berupaya memenuhi ketersediaan air irigasi dengan membangun 42 DI kewenangan
provinsi. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air baku, pemerintah provinsi akan
membangun 4.000 embung dengan asumsi setiap desa di NTT bisa lebih dari satu
buah embung.
Sementara ini terus mendorong agar rencana pemerintah menyelesaikan
pembangunan empat bendungan lagi dari enam bendungan yang telah ditetapkan
dalam Perpres tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan
membantu menyelesaikan masalah sosial di lapangan terutama masalah lahan.
3. Media Massa
Peranan media massa dalam pembangunan adalah sebagai agen pembaharu (agent
of social change) atau membantu memperkenalkan perubahan sosial. Dalam hal ini
media massa dapat dimanfaatkan untuk merangsang proses pengambilan keputusan,
memperkenalkan usaha modernisasi dan membantu mempercepat proses peralihan
masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat yang modern serta menyampaikan
pada masyarakat program program pembangunan nasional maupun daerah.
Sebagai agen pembaharu, yang perlu diperhatikan adalah informasi yang
disampaikan media massa haruslah informasi yang sesuai, yakni yang memenuhi
syarat pemberitaan yang sesuai.
Salah satu etika di bidang media yang sering kita dengar adalah tentang
prinsip cover both side dalam pemberitaan, yakni dalam menyebarkan informasi,
harus ada keseimbangan berita. Sudah bukan zamannya lagi media massa berpegang
pada prinsip "bad news is good news".
Cover both side dalam kerangka reportase para jurnalis, menjadi sebuah
prinsip yang berhubungan dengan perlakuan adil terhadap semua pihak yang
menjadi objek berita/informasi, dengan meliput semua atau kedua belah pihak
yang terlibat dalam sebuah peristiwa.
4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM merupakan organisasi yang didirikan oleh sekelompok orang yang secara
sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dengan tujuan tidak untuk
kepentingannya pribadi, melainkan untuk membantu kesejahteraan masyarakat umum.
Sebagai organisasi non formal, LSM telah menjalankan berbagai program
pembangunan berskala kecil di berbagai bidang seperti irigasi, pertanian, pusat
kesehatan masyarakat, kerohanian, bersama sama dengan program program yang
meningkatkan penghasilan seperti kerajinan tangan (organisasi profesi).
LSM dan pemerintah (negara) merupakan mobilisator yang sama tujuannya yaitu
membangun negeri menuju yang lebih baik. LSM cenderung melakukan aksi daripada
teori dalam melaksanakan pembangunan negeri. Bersama pemerintah, LSM membangun
negeri menuju masa depan yang lebih baik, dan kini LSM dapat disebut sebagai
partner pemerintah untuk melaksanakan pembangunan.
5. Masyarakat
Untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan, inisiatif dan kreativitas dari
anggota masyarakat yang lahir dari kesadaran dan tanggung jawab sebagai makhluk
sosial diharapkan tumbuh berkembang sebagai suatu partisipasi.
Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif, masyarakat
dapat juga keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi kebijaksanaan
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah.
Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tidak hanya dalam proses
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan tapi juga yang berkaitan
dengan hak milik lahan yang selama ini masih menjadi kendala sehingga beberapa
proyek strategis nasional yang telah ditetapkan dalam perpres belum dapat
dilaksanakan. Contohnya Bendungan Kolhua di Kota Kupang dan Bendungan Mbay di
Kabupaten Nagekeo.
Fenomena ketidaktepatan dalam penggunaan alokasi anggaran pemerintah
akibat tidak sinkronnya/ketidaksejalanan program/ kegiatan antar sektor dan
antar tingkat pemerintahan dengan kepentingan yang berbeda. Karena di antara
masing masing sektor ini tidak ada katalisator/penghubung yang mampu
mempertemukan pemikiran yang ada pada setiap sektor tersebut menjadi sinergi.
Siapa yang mampu menjadi katalisator adalah koordinator yang mampu
menjebatani dan mengkoordinasikan kedua kepentingan yang berbeda tadi. Setelah
ada koordinator, sangat disayangkan koordinator tersebut kurang mampu
menjebatani pemikiran masing masing sektor tersebut karena masing masing sektor
ngotot dengan argumentasi yang berbeda, mempertahankan pola pikir sesuai
kepentingan subjektif dan sempit.
Hal ini seringkali dimanfaatkan oleh koordinator yang juga mempunyai
kepentingan pribadi yang negatif, dan munculah istilah perencanaan tidak
efektif dan tidak tepat sasaran, yang sebenarnya bukan kesalahan sepihak tetapi
karena tidak adanya pemikiran untuk mengalah demi mencapai tujuan bersama yang
sejalan untuk kepentingan bersama.
Fungsi koordinasi dalam mengaplikasikan program kegiatan
pembangunan antara pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha selama ini belum
berjalan baik. Implikasi dari UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
adalah lemahnya fungsi koordinasi antara pusat dan daerah, lemahnya fungsi
koordinasi antara para pelaku usaha karena ada persaingan bisnis, lemahnya
fungsi koordinasi antara pelaku usaha dengan masyarakat, dan lemahnya fungsi
koordinasi antara pelaku usaha dengan pekerjanya, dan yang sangat mengganggu
program pembangunan adalah lemahnya fungsi koordinasi antara lembaga
pemerintah, dan lemahnya fungsi koordinasi antara bagian di satu organisasi
pemerintahan.
Menjadi aparatur pemerintahan haruslah mampu untuk menjadi koordinator
yang memiliki kemampuan publik relation, supel, mampu menjadi komunikator,
pintar dalam memecahkan permasalahan, berkorban untuk dapat mendengar dan
melihat permasalahan, siap menerima kritikan maupun masukan yang positif untuk
kepentingan yang lebih besar.
Sumber:
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar