- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Bendung Kodi |
Bangunan sadap BK3 (DOKUMEN PPK IRIGASI DAN RAWA III
BWS NT II NTT)
|
Saluran skunder DI Kodi (DOKUMEN PPK IRIGASI DAN RAWA
III BWS NT II NTT)
|
Lahan yang sudah mulai buat petak sawah oleh para
petani (DOKUMEN PPK IRIGASI DAN RAWA III BWS NT II NTT)
|
Daerah Irigasi (DI) Kodi dibangun untuk mengatasi
masalah kekurangan air di lahan pertanian yang beririgasi di Kabupaten Sumba Barat Daya.
SUMBA Barat Daya (SBD) merupakan
salah satu dari empat kabupaten di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Kabupaten ini berada di ujung barat Pulau Sumba. Sebagian besar
masyarakat di kabupaten ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Di
atas 85 persen pekerjaan masyarakat di kabupaten ini bertani.
Walaupun sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor
pertanian, namun makanan pokok sehari-hari masyarakatnya adalah beras.
Kebutuhan akan beras meningkat dari waktu ke waktu seiring bertambahnya jumlah
penduduk.
Meskipun
kebutuhan akan beras meningkat dari tahun ke tahun, namun masyarakatnya masih
diperhadapkan dengan persoalan terbatasnya lahan garapan sebagai sumber
penghasilan beras.
Sumber utama penghasilan beras masyarakat
selama ini dari hasil penggarapan lahan kering atau padi ladang. Itupun
produksinya masih terbatas. Selain karena sangat tergantung musim hujan, juga
karena masyarakat hanya bisa memanen sekali setahun. Untuk mencukupi kebutuhan
beras, sebagian besar masyarakat membelinya di toko terdekat.
Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara (BWS NT) II
Provinsi NTT, Ir. Agus Sosiawan, ME melalui Kasatker PJPA NTT, Ir. Yayat Sumaryat,
MT dan PPK Irigasi dan Rawa III Satker PJPA, Bonefasius Jas, SST, Jumat
(7/12/2018), menjelaskan, di wilayah tersebut memang terdapat lahan sawah tadah
hujan seluas 80 hektar. Namun produksi padi dari lahan sawah tadah hujan
tersebut juga sangat terbatas, yakni hanya sekali setahun saat musim hujan.
Hasil yang diperoleh juga belum maksimal karena air terbatas. Sementara sawah
irigasi permanen belum ada.
Di wilayah tersebut memang ada
lahan potensial pertanian seluas 3.000 hektar. Namun lahan potensial tersebut
juga tidak bisa digarap maksimal untuk dijadikan sebagai lahan sumber
penghasilan beras karena tidak ada air. Lagi-lagi air menjadi kendala utama
untuk pengembangan potensi pertanian daerah yang belum dimanfaatkan.
Bukan karena di Kodi tidak ada air sama sekali. Di wilayah Kodi sebenarnya
ada sumber air yang cukup potensial, yaitu Sungai Bondo Kodi. Sungai ini
memiliki ketersediaan air yang cukup besar dengan debit 3,44 M3/detik. Menurut
masyarakat setempat, air di sungai tersebut tidak pernah kekeringan sepanjang
tahun. Namun, air dari Sungai Bondo Kodi dengan potensi yang sangat besar itu
tidak bisa digunakan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan irigasi, karena
kondisi topografis di wilayah itu berbukit-bukit.
Melihat adanya
potensi lahan pertanian dan air, adanya kesulitan masyarakat mendapatkan air
untuk kebutuhan irigasi serta untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan beras
masyarakat Kabupaten Sumba Barat Daya yang terus meningkat akibat pertambahan
penduduk dan peningkatan konsumsi beras per kapita per tahun, pemerintah pusat
dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) Provinsi NTT berusaha mencari
solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi lahan pertanian yang sudah
ada dan membuka lahan pertanian baru.
Solusi yang dilakukan ialah
dengan membangun Bendung Kodi pada tahun 2013 yang dilanjutkan dengan
pembangunan jaringan irigasi untuk mengairi lahan potensial di Daerah Irigasi (DI) Kodi.
Dengan pembangunan DI Kodi diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan air
dalam mengelola lahan tidur menjadi lahan pertanian yang beririgasi.
Karena dana terbatas, pembangunan Bendung Kodi yang dimulai tahun 2013
dilanjutkan tahun 2014, sekaligus pembangunan jaringan irigasi berupa saluran
tanah 760 meter. Pekerjaan jaringan irigasi DI Kodi berupa saluran tanah 1.200
meter dan saluran tanah 1.700 meter dilanjutkan lagi tahun 2015.
Pembangunan jaringan irigasi DI Kodi dilanjutkan tahun 2016 berupa saluran
tanah 1.355 meter, saluran pasangan 56,40 meter, bangunan bagi 1 buah dan plat
penyeberangan 4 buah.
Pekerjaan lanjutan pembangunan jaringan irigasi dilanjutkan lagi tahun 2017
berupa pekerjaan saluran primer 2.260,60 meter (precast), pekerjaan saluran skunder
8.340,25 meter (precast), pekerjaan bangunan bagi 6 buah, dan bangunan
pelengkap 22 buah.
Pekerjaan lanjutan pembangunan jaringan irigasi dilanjutkan lagi tahun
2018 berupa pekerjaan saluran skunder 9.489 meter (precast), bangunan sadap 4
buah, dan bangunan pelengkap 16 buah.
Sudah Bisa
Mengairi Lahan 1.135 Ha
Menurut Kasatker PJPA NTT, Ir. Yayat Sumaryat,
MT dan PPK Irigasi dan Rawa III Satker PJPA, Bonefasius Jas, SST, lahan
potensial di DI Kodi seluas 3.000 Ha. Jaringan skunder di DI Kodi ada tiga,
yakni jaringan skunder Kodi dengan luas potensialnya 1.229 Ha, jaringan skunder
Tunas Baru luas potensialnya 500 Ha, dan jaringan skunder Kawanguhari luas
potensialnya 729 Ha.
Sampai dengan tahun 2018, infrastruktur yang sudah
dibangun berupa bendung 1 buah, saluran induk 2.660 meter, saluran skunder Kodi
NK1-BK2 2.860 meter, saluran skunder Kodi BK2-BK6 sepanjang 3.605 meter, dan
saluran skunder Kawanguhari BK2-BK5 sepanjang 5.569 meter.
Direncanakan, lanjutan pembangunan jaringan irigasi Kodi ini dilaksanakan tahun 2019 dengan item pekerjaan berupa pembangunan saluran skunder Kodi BK5-BK10 sepanjang 5.700 meter, dan saluran skunder Homarica BK6-BK12 sepanjang 2.400 meter.
Dengan terbangunnya Bendung Kodi
dan jaringan irigasi Kodi yang didukung ketersediaan air Sungai Bondo Kodi akan
dapat mengairi persawahan seluas 3.000 Ha yang jika diproyeksikan terhadap
produksi padi per Ha kurang lebih 4 ton (gabah kering giling) dengan indeks
pertama 200 % diharapkan total produksi gabah kering giling pertama yang
dihasilkan mencapai 24.000 ton.
Menurut Bonefasius, dengan kondisi infrastruktur yang sudah dibangun saat
ini, lahan yang bisa diairi sampai dengan tahun 2019 seluas 1.135 Ha.
"Sekarang air sudah masuk, tinggal saja masyarakat memanfaatkan air yang
ada untuk irigasi, apakah dengan masyarakat mencetak sendiri sawahnya atau ada
program pencetakan sawah dari dinas pertanian," kata Bone.
Sumber:
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar