EDARAN LIBUR PASKAH TAHUN 2024

DI Kodi Mengatasi Kekurangan Air Lahan Pertanian yang Beririgasi di Sumba Barat Daya

Bendung Kodi

Bangunan sadap BK3 (DOKUMEN PPK IRIGASI DAN RAWA III BWS NT II NTT)

Saluran skunder DI Kodi (DOKUMEN PPK IRIGASI DAN RAWA III BWS NT II NTT)

Lahan yang sudah mulai buat petak sawah oleh para petani (DOKUMEN PPK IRIGASI DAN RAWA III BWS NT II NTT)


Daerah Irigasi (DI) Kodi dibangun untuk mengatasi masalah kekurangan air di lahan pertanian yang beririgasi di Kabupaten Sumba Barat Daya.


SUMBA Barat Daya (SBD) merupakan salah satu dari empat kabupaten di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten ini berada di ujung barat Pulau Sumba. Sebagian besar masyarakat di kabupaten ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Di atas 85 persen pekerjaan masyarakat di kabupaten ini bertani.

Walaupun sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, namun makanan pokok sehari-hari masyarakatnya adalah beras. Kebutuhan akan beras meningkat dari waktu ke waktu seiring bertambahnya jumlah penduduk.

Meskipun kebutuhan akan beras meningkat dari tahun ke tahun, namun masyarakatnya masih diperhadapkan dengan persoalan terbatasnya lahan garapan sebagai sumber penghasilan beras. 

Sumber utama penghasilan beras masyarakat selama ini dari hasil penggarapan lahan kering atau padi ladang. Itupun produksinya masih terbatas. Selain karena sangat tergantung musim hujan, juga karena masyarakat hanya bisa memanen sekali setahun. Untuk mencukupi kebutuhan beras, sebagian besar masyarakat membelinya di toko terdekat.


Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara (BWS NT) II Provinsi NTT, Ir. Agus Sosiawan, ME melalui Kasatker PJPA NTT, Ir. Yayat Sumaryat, MT dan PPK Irigasi dan Rawa III Satker PJPA, Bonefasius Jas, SST, Jumat (7/12/2018), menjelaskan, di wilayah tersebut memang terdapat lahan sawah tadah hujan seluas 80 hektar. Namun produksi padi dari lahan sawah tadah hujan tersebut juga sangat terbatas, yakni hanya sekali setahun saat musim hujan. Hasil yang diperoleh juga belum maksimal karena air terbatas. Sementara sawah irigasi permanen belum ada.

Di wilayah tersebut memang ada lahan potensial pertanian seluas 3.000 hektar. Namun lahan potensial tersebut juga tidak bisa digarap maksimal untuk dijadikan sebagai lahan sumber penghasilan beras karena tidak ada air. Lagi-lagi air menjadi kendala utama untuk pengembangan potensi pertanian daerah yang belum dimanfaatkan.

Bukan karena di Kodi tidak ada air sama sekali. Di wilayah Kodi sebenarnya ada sumber air yang cukup potensial, yaitu Sungai Bondo Kodi. Sungai ini memiliki ketersediaan air yang cukup besar dengan debit 3,44 M3/detik. Menurut masyarakat setempat, air di sungai tersebut tidak pernah kekeringan sepanjang tahun. Namun, air dari Sungai Bondo Kodi dengan potensi yang sangat besar itu tidak bisa digunakan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan irigasi, karena kondisi topografis di wilayah itu berbukit-bukit.

Melihat adanya potensi lahan pertanian dan air, adanya kesulitan masyarakat mendapatkan air untuk kebutuhan irigasi serta untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan beras masyarakat Kabupaten Sumba Barat Daya yang terus meningkat akibat pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi beras per kapita per tahun, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) Provinsi NTT berusaha mencari solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi lahan pertanian yang sudah ada dan membuka lahan pertanian baru.

Solusi yang dilakukan ialah dengan membangun Bendung Kodi pada tahun 2013 yang dilanjutkan dengan pembangunan jaringan irigasi untuk mengairi lahan potensial di Daerah Irigasi (DI) Kodi. Dengan pembangunan DI Kodi diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan air dalam mengelola lahan tidur menjadi lahan pertanian yang beririgasi.

Karena dana terbatas, pembangunan Bendung Kodi yang dimulai tahun 2013 dilanjutkan tahun 2014, sekaligus pembangunan jaringan irigasi berupa saluran tanah 760 meter. Pekerjaan jaringan irigasi DI Kodi berupa saluran tanah 1.200 meter dan saluran tanah 1.700 meter dilanjutkan lagi tahun 2015.

Pembangunan jaringan irigasi DI Kodi dilanjutkan tahun 2016 berupa saluran tanah 1.355 meter, saluran pasangan 56,40 meter, bangunan bagi 1 buah dan plat penyeberangan 4 buah.

Pekerjaan lanjutan pembangunan jaringan irigasi dilanjutkan lagi tahun 2017 berupa pekerjaan saluran primer 2.260,60 meter (precast), pekerjaan saluran skunder 8.340,25 meter (precast), pekerjaan bangunan bagi 6 buah, dan bangunan pelengkap 22 buah.

Pekerjaan lanjutan pembangunan jaringan irigasi dilanjutkan lagi tahun 2018 berupa pekerjaan saluran skunder 9.489 meter (precast), bangunan sadap 4 buah, dan bangunan pelengkap 16 buah.

Sudah Bisa Mengairi Lahan 1.135 Ha

Menurut  Kasatker PJPA NTT, Ir. Yayat Sumaryat, MT dan PPK Irigasi dan Rawa III Satker PJPA, Bonefasius Jas, SST, lahan potensial di DI Kodi seluas 3.000 Ha. Jaringan skunder di DI Kodi ada tiga, yakni jaringan skunder Kodi dengan luas potensialnya 1.229 Ha, jaringan skunder Tunas Baru luas potensialnya 500 Ha, dan jaringan skunder Kawanguhari luas potensialnya 729 Ha.

Sampai dengan tahun 2018, infrastruktur yang sudah dibangun berupa bendung 1 buah, saluran induk 2.660 meter, saluran skunder Kodi NK1-BK2 2.860 meter, saluran skunder Kodi BK2-BK6 sepanjang 3.605 meter, dan saluran skunder Kawanguhari BK2-BK5 sepanjang 5.569 meter.

Direncanakan, lanjutan pembangunan jaringan irigasi Kodi ini dilaksanakan tahun 2019 dengan item pekerjaan berupa pembangunan saluran skunder Kodi BK5-BK10 sepanjang 5.700 meter, dan saluran skunder Homarica BK6-BK12 sepanjang 2.400 meter.

Dengan terbangunnya Bendung Kodi dan jaringan irigasi Kodi yang didukung ketersediaan air Sungai Bondo Kodi akan dapat mengairi persawahan seluas 3.000 Ha yang jika diproyeksikan terhadap produksi padi per Ha kurang lebih 4 ton (gabah kering giling) dengan indeks pertama 200 % diharapkan total produksi gabah kering giling pertama yang dihasilkan mencapai 24.000 ton.

Menurut Bonefasius, dengan kondisi infrastruktur yang sudah dibangun saat ini, lahan yang bisa diairi sampai dengan tahun 2019 seluas 1.135 Ha. "Sekarang air sudah masuk, tinggal saja masyarakat memanfaatkan air yang ada untuk irigasi, apakah dengan masyarakat mencetak sendiri sawahnya atau ada program pencetakan sawah dari dinas pertanian," kata Bone.

Sumber:

Komentar