EDARAN LIBUR PASKAH TAHUN 2024

Monumen Pancasila Bermasalah Sejak di DPRD

Megaproyek Monumen Pancasila menyisakan persoalan serius. Anggaran Rp 29 miliar terancam tak ada hasil. Pasalnya, proyek tersebut sudah mandeg. Kejaksaan Tinggi NTT pun mulai mengendus proyek tersebut.
Terkait kasus ini, aktivis LSM PIAR NTT, Paul Sinlaeloe kepada Timor Express, Selasa (18/6) di Kupang menjelaskan proyek tersebut sejak penganggarannya sudah menyalahi prosedur. Oleh karena itu, anggota DPRD Provinsi NTT mesti ikut bertanggung jawab. Lebih khusus Komisi IV, Badan Anggaran (Banggar) dan pimpinan DPRD.
Paul menjelaskan, pembangunan Monumen Pancasila tidak pernah ada dalam dokumen RPJMD 2013-2018. “Apa pun program di daerah harus mengacu dan berpedoman pada RPJMD. Kalau tidak ada kenapa dewan setuju dianggarkan?” kata Paul.
Selain itu, proses dari proyek ini sudah masuk dalam APBD Perubahan. Proyek perencanaannya masuk dalam APBD Perubahan tahun 2017. Selanjutnya, pembangunan fisik dan pengawasannya dianggarkan pada anggaran murni 2018. “Sesuai aturannya tidak boleh ada nomenklatur baru dalam APBD Perubahan. Ini kan tiba-tiba ada perencanaan soal Monumen Pancasila,” jelas Paul.
Ia menyebutkan, alasan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. “Jadi dewan juga perlu dipanggil untuk klarifikasi,” katanya.
Sumber:
Untuk diketahui, saat pembahasan proyek Monumen Pancasila di DPRD NTT tahun 2017 lalu, beberapa fraksi menolak. Salah satunya adalah Fraksi Hanura. Mantan Ketua Fraksi Hanura DPRD NTT, Jimmy Sianto saat dikonfirmasi Timor Express, Selasa kemarin, mengakui Fraksi Hanura saat pemandangan umum menolak rencana pembangunan Monumen Pancasila. Namun setelah asistensi ke Kementerian Dalam Negeri, pihaknya tidak lagi terlibat dalam pembahasan.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Fraksi PAN, Angelino da Costa. Mantan Ketua Fraksi PAN ini mengungkapkan, Fraksi PAN ketika itu paling getol menolak rencana pembangunan megaproyek yang menghabiskan APBD lebih dari Rp 31 miliar itu.
“Awalnya hanya PDIP dan Golkar yang dukung. Namun di akhir pembahasan, PKB juga ikut mendukung. Kami tetap tolak. Tapi pemerintah punya alasan bahwa sudah ada sumbangan dari para ASN, pengusaha dan juga Forum Pembauran itu,” beber Angelino.
Anggota Komisi IV lainnya, Boni Jebarus menambahkan, meski dibahas di Komisi IV, pihaknya secara organisasi di Fraksi Demokrat ikut menolak proyek tersebut.

Terpisah, Ketua Fraksi Partai Demokrat, Winston Rondo mengatakan sejak awal mayoritas fraksi menolak proyek tersebut karena tidak urgen. Alasannya masih banya kebutuhan masyarakat yang mesti dipenuhi pemerintah. “Masih ada urusan TKI yang meninggal, gizi buruk, krisis air bersih dan lain-lain,” sebut Winston.
Namun, saat itu, kata Winston, pemerintah memaksakan pembangunan karena mau ditinggal sebagai warisan gubernur Frans Lebu Raya yang segera berakhir masa jabatannya pada 2018. “Karena itu pemda, fraksi-fraksi pendukung pemerintah dan pimpinan dewan sangat keras mengawal prosesnya dan memaksakan masuk dalam APBD,” kata Winston.
Lebih lanjut ia menjelaskan, perbedaan tajam di DPRD berujung deadlock. Akhirnya dilakukan voting dan hasilnya hanya tiga fraksi yang mendukung. Namun ada rekomendasi bahwa harus dikonsultasikan ke Kemendagri. Dijelaskan, saat konsultasi ke Kemendagri, Kemendagri mengatakan karena masuk dalam KUAPPAS maka harus dieksekusi. Akhirnya walaupun mayoritas fraksi menolak, namun pemda bersikukuh mengalokasikannya dalam APBD Perubahan. “Dan hasilnya seperti yang kita lihat saat ini,” jelas Winston.

Sementara itu, anggota Komisi IV, Jefri Unbanunaek menjelaskan pembahasan proyek itu sudah ramai sejak di Komisi IV. Saat itu, dirinya meminta agar ditunda karena keterbatasan anggaran. Apalagi waktu itu banyak anggaran habis untuk pelaksanaan Pilgub NTT. Namun, pemerintah terus ngotot. Pimpinan komisi juga setuju untuk dibahas lebih lanjut. Akhirnya proses ini berlangsung hingga Badan Anggaran. “Kami sejak awal terus menolak. Di pemandangan akhir fraksi kami juga menolak. Namun pemerintah dan pimpinan dewan paksakan masuk (APBD),” katanya.

Komentar