SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

Kasus Embung Nimasi, Polisi Diduga “Main Mata” Dengan Panitia

Kuasa hukum Erwin Bitin Berek

Kuasa hukum Erwin Bitin Berek, tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan embung Nimasi, Robert Sallu menilai ada diskriminasi dalam proses penetapan tersangka kasus dugaan korupsi tersebut.
Pihak kepolisian diduga kuat bermain mata dengan Panitia PHO dan FHO. Pasalnya, panitia sebagai pihak yang merekomendasikan layak tidaknya pengerjaan proyek guna kepentingan pencairan uang negara sama sekali tidak dimintai pertanggungjawaban pidana. Hal tersebut jelas melanggar delik penyertaan pasal 55 KUHP.
Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum Erwin Bitin Berek, Robert Sallu kepada VN, Jumat (4/10) di Kefamenanu.
Robert mengatakan pihaknya melihat ada indikasi tebang pilih dalam penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan embung Nimasi. Semestinya pihak pertama yang dijadikan tersangka dalam kasus tersebur adalah panitia PHO dan FHO. Pasalnya, merekalah yang merekomendasikan apakah pekerjaan proyek tersebut layak ataukah tidak.
Panitian pun harus mempertanggungjawabkan pernyataan bahwa pekerjaan sudah sesuai spek dan dinyatakan seratus persen, sehingga PPL dan kontraktor berani mencairkan uang negara.
Apabila panitia sejak awal mengeluarkan surat keterangan bahwa pekerjaan belum sesuai dengan kontrak atau spek, tentunya kontraktor bersedia dibayar sesuai dengan hasil yang dikerjakan atau melaksanakan perbaikan sesuai spek jika masih ada sisa waktu. Namun, panitia dengan tegas menyataka bahwa pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor sudah seratus persen. Dengan demikian, sangat konyol jika panitia tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus embung Nimasi.
Sayangnya, fakta yang terjadi di lapangan, Panitia PHO dan FHO sama sekali tidak dimintai pertanggungjawaban pidana. Penyidik Polres TTU hanya memanggil dan memeriksa panitia PHO dan FHO dalam kapasitas sebagai saksi. Pihak kepolisian diduga kuat bermain mata dengan Panitia PHO dan FHO swhingga mereka luput dari ancaman hukum. Sementara, dalam kasus korupsi dikenal ada delik pidana pada pasal 55 KUHP yang mengatur para pelaku serta pihak-pihak yang turut serta dalam praktik korupsi dipidana.
“Selaku kuasa hukum, saya merasa ada diskriminasi dalam penetapan tersangka. Ada tebang pilih. Semestinya yang pertama kali dijadikan tersangka adalah panitia. Mengapa mereka tidak diminta pertanggungjawaban pidana? Sedangkan dalam perkara korupsi harus ada penyertaan. Kalau itu jelas panitia harus dimintai pertanggung jawaban secara hukum. Maka akan menjadi aneh dan konyol ketika panitia tidak ditetapkan sebagai tersangka. Kuat dugaan panitia dan penyidik Polres TTU ada main mata. Sehingga sampai dengan hari ini mereka belum juga disentuh secara hukum. Mereka hanya diperiksa sebagai saksi. Padahal mereka yang merekomendasikan apakah pekerjaan itu layak atau tidak. Kasus korupsi ini ada delik penyertaan pasal 55, dalam delik ini tidak bisa yang lain dipidana dan yang lain tidak. Dalam teori itu tidak diperbolehkan,”jelasnya.
Ia menambahkan, pihaknya dalam waktu dekat ini akan melakukan upaya hukum dengan menggugat panitia PHO dan FHO. Panitia PHO dan FHO dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena akibat rekomendasi yang diberikan panitia, kliennya ditetapkan menjadi tersangka.
“Kita akan melakukan upaya hukum. Kita saja gugat ke pengadilan dengan aduan perbuatan melawan hukum karena akibat perbuatan panitia menyebabkan klien saya menjadi tersangka.Saya sangat sedih karena TTU belum merdeka dari segi penegakkan hukum. Ini terjadi karena aparat penegak hukumnya tidak bekerja secara profesional,”pungkasnya.
Adapun nama-nama Panitia yang harus dimintai pertanggungjawaban diantaranya Ketua, Pius Wendelinus Laka, Mikhael kosat, Yanto Naisoko dan Agustinus Tuames. Sayang para panitia ini tak dimintai pertanggungjawaban. Hal serupa pun terjadi pada penetapan tersangka bagi Konsultan Pengawas. Penyidik Polres TTU hanya menetapkan tersangka terhadap Yohanes Olin selaku pengawas lapangan. Sementara terhadap koordinator pengawas Petrus Kenjam tidak terseret dalam kasus ini. 
Sumber:

Komentar