EDARAN LIBUR PASKAH TAHUN 2024

Fee Untuk Gubernur FLR Dicatat Di Mobil (NTT FAIR)

Linda Liudianto (kontraktor), Dona Fabiola Tho (PPK), Hadmen Puri (Dirut PT Eka Puri) saat menjadi saksi untuk terdakwa Yulia Afra dalam sidang lanjutan kasus NTT Fair di Pengadilan Tipikor Kupang, Senin (18/11/19)

Tredakwa Linda Liudianto dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Kupang, (18/11) mengungkapkan ia bertemu Gubernur NTT saat itu, Frans Lebu Raya di ruang kerjanya sebelum proses pelelangan proyek NTT Fair. Pertemuan terjadi pada bulan April 2018 lalu.
Terungkap pula fakta baru bahwa fee untuk Gubernur NTT (saat itu) Frans Lebu Raya (FLR) dicatat di dalam mobil oleh Linda Liudianto. Fee untuk Gubernur dicatat bersama biaya kebutuhan lainnya.

Linda mengungkapkan itu menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dju Johnson Mira Mangngi dalam sidang lanjutan kasus korupsi dana proyek NTT Fair di Pengadilan Tipikor Kupang, Senin (18/11).
Ditanya mengenai apa yang dibicarakan dalam pertemuan dengan Lebu Raya, Linda mengatakan bahwa saat itu dirinya melaporkan kepada Lebu Raya mengenai tanah yang digunakannya untuk pembangunan rumah tipe 36 namun tidak dibayar.

Ditanya hakim berapa lama bertemu Lebu Raya saat itu, Linda menjawab tidak lama karena setelah itu ia diarahkan ke ruang Sekda NTT Benediktus Polo Maing.
“Saya menjelaskan tentang proyek perumahan Tipe 36, kurang lebih 10 menit saya langsung diarahkan ke ruang Pak Sekda,” jawab Linda.
Dalam persidangan dengan terdakwa Yulia Afra, hakim Dju Johnson Mira Mangngi menanyakan apakah pertemuan dengan Lebu Raya itu membicarakan tentang proyek NTT Fair, Linda mengatakan tidak sama sekali.

Linda menjelaskan, ia bertemu dengan Lebu Raya di ruang kerjanya setelah mengirimkan surat permohonan audiensi.

Ditanya apakah ada hubungan keluarga dengan Frans Lebu Raya sehingga ia menyampaikan kepada saksi Ade Iskandar, Syamsul Rizal dan Bayu Muhamad Yunus bahwa proyek NTT Fair adalah proyek ‘Bapak’, Linda membantah.

“Tidak pernah yang mulia,” ujarnya.

Untuk diketahui, keterangan Linda dalam sidang kemarin berbeda dengan keterangannya yang disampaikan dalam sidang sebelumnya, dimana ia mengaku bahwa tidak pernah mengenal Frans Lebu Raya.

Begitu juga Frans Lebu Raya saat dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi terhadap terdakwa Yulia Afra, mengaku tidak mengenal Linda Liudianto selaku kontraktor pelaksana proyek NTT Fair.

Dengan perbedaan keterangan Linda tersebut, hakim Dju Mira Mangngi meminta Tim JPU menghadirkan saksi-saksi sebelumnya.
“Tolong JPU hadirkan saksi Syamsul Rizal, Ade Iskandar, Bayu Muhamad Yunus dan Widyanto pada sidang Rabu nanti biar terbongkar semua kebohongan Linda ini,” tegas hakim Mira Mangngi.
Terdakwa Dona Fabiola Tho pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa dengan progres fisik proyek yang tidak meningkat dirinya sebagai PPK sekitar bulan Maret 2019 mengeluarkan surat teguran kepada Hadmen Puri sebagai Dirut PT Cipta Eka Puri.

Namun saat dikonfrontir, Hadmen mengaku pada Maret itu ia mendapat panggilan dari PPK, Dona Tho ke ruang kerjanya lalu disuruh menandatangani surat tanda terima surat peringatan pertama sampai yang ketiga.

Dona Tho mengatakan laporan bulanan progres pembangunan NTT Fair selalu disampaikan kepada Kadis Perumahan dan Kawasan Permukiman (PRKP) NTT, Yulia Afra yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini. Selain itu dilakukan addendum. Addendum pertama dan kedua pada November 2019.
“Saya selalau melaporkan progres pembangunan kepada Ibu Kadis. Ibu Kadis juga memberikan teguran kepada PT Cipta Eka Puri sesuai rekomendasikan dari konsultan,” tandasnya.
Dona Tho menjelaskan, dasar untuk memberikan addendum karena proses peletakan batu pertama dilakukan terlambat sehingga ditambahkan pada akhir masa pekerjaan.
“Garansi bank sebenarnya tidak digunakan namun pertimbangan adanya jaminan invoice dua exavator maka dilakukan pencairan (dana). Jaminan ini sebenarnya sudah bisa dilelang sesuai dengan perjanjian, namun bertepatan dengan proyek bermasalah sehingga diserahkan kepada penyidik,” ungkap Dona Tho sambil menjelaskan bahwa jaminan pelaksanaan proyek sebanyak 5 persen.
Direktur Utama PT Cipta Eka Puri, Hadmen Puri mengaku Linda Liudianto mencatat jumlah fee kepada Gubernur NTT di atas mobil sesaat sebelum membuka dua cek di kantor BNI Cabang Kupang.
“Waktu itu Ibu Linda nyetir, dan di sampingnya kursi kosong ia catat bahwa fee untuk Gubernur 2,5 persen dan belanja lainnya sebelum kami buka dua cek di BNI Cabang Kupang,” ungkap Hadmen Puri.
Uang muka proyek, kata Hadmen, sebesar Rp5 miliar lebih. Namun ia hanya mengambil fee benderanya sebesar 2 persen sedangkan sisanya diambil oleh Linda Liudianto.
“Ibu Yulia waktu itu minta saya fee 6 persen, katanya untuk Pak Gubernur. Tetapi yang baru saya kasih itu 2,5 persen. Saya stres karena feenya terlalu banyak,” ucap dia.
Hadmen Puri mengakui jika dirinya terima surat teguran sebanyak tiga kali dari PPK NTT Fair Dona Tho pada Maret di ruang kerja PPK.
Terdakwa Yulia Afra saat dikonfrontir terkait keterangan saksi Hadmen Puri membantah meminta fee 6 persen. Ia mengaku hanya meminta fee 2,5 persen dan 0,5 sehingga total 3 persen. Sedangkan untuk keterangan terdakwa Dona Fabiola Tho, Yulia Afra membantah diberikan laporan progres pembangunan setiap bulan dari PPK maupun Direksi Teknis Dominggus Hauteas.
Sementara terkait keterangan Linda Liudianto, Yulia Afra mengaku tidak ada yang salah karena ia tidak mengenal sama sekali. Ia baru mengenal Linda Liudianto waktu sudah ditetapkan sebagai tersangka di Kejati NTT.
Pantauan VN, sidang dipimpin hakim ketua Dju Johnson Mira Mangngi didampingi dua hakim anggota yakni Ali Muhtarom dan Ari Prabowo. Tim JPU yang hadir, Hendri Tip, Heri Franklin dan Emersiana Jehamat. Sementara terdakwa Yulia Afra didampingi penasehat hukumnya, Rusdinur.

Sumber:

Komentar