SELEKSI PENERIMAAN PPPK LINGKUP PEMPROV NTT T.A 2024

Tiga Paket Proyek Jalan APBD Provinsi Terancam


Paket proyek jalan yang didanai APBD Provinsi NTT tahun anggaran 2019 hingga saat ini masih berjalan setelah dilakukan addendum. Menariknya, dari semua paket terdapat tiga paket yang terancam lantaran capaian progresnya tidak normal.
Tiga paket proyek tersebut yakni ruas jalan segmen IV Bokong-Lelogama di Kabupaten Kupang dikerjakan PT.
Berlian Asias Murni. Sampai saat ini capaian progresnya 79,03 persen. Untuk paket segmen II, ruas jalan Bokong-Lelogama yang dikerjakan PT. Surya Agung Kencana capaian progresnya baru mencapai 83,20 persen. Hal serupa juga terjadi pada paket proyek jalan Bealaing-Mukun-Mbasang yang dikerjakan PT. Agogo Golden Grup di Kabupaten Manggarai Timur. Capaian progresnya baru mencapai 76 persen.
Terkait ini, Kepala Dinas PUPR NTT, Maksi Nenabu, melalui Kabid Bina Marga, Ady S. Mboeik, saat dikonfirmasi Senin (17/2), menjelaskan sesuai laporan terakhir per 10 Februari lalu, hampir semua paket capaian progresnya di atas 95 persen. Bahkan ada yang sudah mengajukan permohonan untuk pemeriksaan Provisional Hand Over (PHO).
Misalnya, ruas jalan Bokong-Lelogama, dua dari empat segmen yang sementara dikerjakan sudah ajukan permohonan untuk proses PHO. “Kemarin kita sudah turun monitoring untuk segmen I dan III hampir rampung.
Segmen III sudah ajukan PHO, tapi kita minta untuk perapihan bahu jalan dan sisa pekerjaan lainnya. Di daratan Sumba dan Flores juga sama pekerjaan hampir rampung menunggu saja untuk PHO,” tandasnya.
Dikatakan, dari semua paket proyek itu, hanya tiga paket yang capaian progresnya belum maksimal. Keterlambatan itu disebabkan karena sejumlah faktor yakni dukungan fasilitas alat berat, terbatasnya tenaga kerja dan faktor curah hujan. Sehingga tahapan progres yang sudah terencana jadi molor. Hasil pekerjaan tidak tepat waktu.
“Ada kendala, ada yang AMP-nya bermasalah, kondisi hujan sehingga tidak bisa paksa agregat. Belum lagi tenaga kerja lokal tidak mau kerja karena pulang siap lahan kebunnya. Ini yang jadi masalah dan hampir semua kontraktor mengeluh yang sama,” tandasnya.
Ady merincikan tiga paket proyek belum selesaikan pekerjaan mayor. Ada yang belum melakukan agregat pada sebagian titik. Seperti ruas jalur segmen IV Bokong-Lelogama, kondisi terakhir belum ada pekerjaan lapisan dasar volumenya kurang lebih 2 km termasuk aspal 3 km.
Disebutkan, bila dihitung normal waktu dua minggu tentunya bisa selesai. Sedangkan untuk pekerjaan minor seperti saluran dan penahan, tentunya cukup berat karena dikerjakan manual. Apalagi bertepatan dengan musim hujan. Pekerja lokal lebih banyak istrahat untuk berkebun.
Lebih lanjut Ady mengatakan untuk segmen IV Bokong-Lelogama pihaknya tidak menjamin selesai 100 persen.
Sebagai pemilik barang dan jasa tentunya terus mendorong pelaksana kerja sehingga kalau bisa semua pekerjaan mayor bisa diselesaikan. Sedangkan untuk segmen II Bokong-Lelogama, hampir dua kilometer belum agregat, termasuk pekerjaan minor di sejumlah titik juga belum rampung.
Menurut Ady, hal serupa juga terjadi pada ruas jalan di Manggarai Timur. Kurang lebih 2 km belum agregat dan pengaspalan termasuk pekerjaan minor pada sejumlah titik.
Meski begitu, diupayakan sebelum batas waktu addendum Maret nanti sudah bisa rampung. Ady menuturkan, semua pekerjaan paket proyek jalan provinsi mestinya sudah selesai Desember sesuai perjanjian kontrak kerja.
Namun terkendala di lapangan sehingga terpaksa dilakukan addendum selama 90 hari kalender kerja. Tentunya selama masa addendum pelaksana kerja wajib dikenakan denda keterlambatan sesuai lama pekerjaan. Artinya semakin lama tentu semakin besar nilai dendanya.
Sementara Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) NTT, Vivo Balo meminta Pemerintah Provinsi NTT untuk menghindari sanksi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau sanksi blacklist terhadap kontraktor pelaksana. Sebab tindakan sanksi tidak menjadi titik solusi namun justru merugikan pihak pelaksana kerja maupun pemerintah dan masyarakat. Bila ada niat dan itikat baik dari kontraktor untuk selesaikan tentu diberikan ruang, sebab meski terlambat tentu akan dikenakan denda keterlambatan.
“Sebaiknya kita menghindari PHK dan blacklist. Ya tentu itu juga boleh tapi mesti jadi sikap saksi terakhir. Selagi pelaksana punya niat baik ya diberikan ruang,” tandasnya.
Vivo juga meminta pemerintah mengubah jadwal tender yang selama ini dilakukan. Selama ini proses tender terlambat. Baru mulai pelaksanaan di bulan Mei atau Juni, sehingga tentu akan berpengaruh terhadap hasil.
Pekerjaan selesai tidak tepat waktu sesuai kontrak kerja. Selama ini sebagai kontraktor pelaksana sudah tahu bahwa pekerjaan tentu terlambat, tapi terpaksa ambil tanpa berpikir risiko karena semua paket sama.
“Kita minta tahapan tender mulai awal tahun sehingga sebelum musim hujan pekerjaan sudah rampung dikerjakan. Apabila terlambat tentu diberikan toleransi bila terjadi faktor alam kondisi cuaca atau bencana alam puting beliung,” ujar Vivo.
“Persoalan tender selalu saja terlambat dan harus addendum, sehingga terkesan proyek dipaksakan. Kalau proses mulai Januari tentu Desember sudah rampung,” katanya.
Sumber:

Komentar