- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Kepala Balai Jalan Nasional X – Kupang Hadrianus Bambang Nurhadi Widihaetono. (foto: ist/moral-politik.com) |
Pembangunan Jembatan Petuk 3 yang berlokasi di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang telah 100 persen selesai.
Menurut Kepala Balai Jalan Nasional X-Kupang Hadrianus Bambang Nurhadi Widihaetono, pihaknya telah menyelesaikan pembangunan jembatan itu berdasarkan alokasi anggaran yang disiapkan.
“Pembangunan jembatan Petuk 3 telah 100 %. Dengan anggaran yang disiapkan, pada tahun 2017 kami telah selesaikan pengerjaan jembatan itu. Tinggal diakses saja,” kata Bambang Nurhadi kepada moral-politik.com di Kota Kupang, Sabtu (6/1/2018) siang.
Namun, tambahnya, untuk mengakses jembatan itu tembus ke wilayah Kecamatan Naimata, perlu adanya pengerjaan jalan lebih lanjut.
“Ke depan, kami ingin menyambungkan jalan sampai ke daerah Naimata. Ada ruas jalan yang telah diaspal oleh pihak Pemerintah Kota. Kami akan menyambungnya, sehingga masyarakat bisa mengakses dengan lebih nyaman,” jelasnya.
Terkait anggaran pengaspalan itu, ia menambahkan, panjang jalan yang akan diaspal sepanjang 1,1 kilometer bisa menelan anggaran kira-kira Rp. 3 sampai Rp. 4 miliar.
“Jika kami mengaspal dari Jembatan Petuk 1 sampai ke ujung jalur, panjangnya bisa mencapai 1,1 kilometer. Dengan lebar jalan 7 meter, akan menelan biaya sekitar Rp. 3 sampai Rp. 4 miliar,” katanya.
Jika, lanjutnya, ditambah dengan biaya perataan bukit, biayanya bisa mencapai Rp. 14 miliar
Ganti rugi tanah warga
Bambang menjelaskan, terkait ganti rugi tanah warga, pihaknya telah melakukan proses pembayaran.
“Kami sedang lakukan proses ganti rugi tanah warga. Ini memang sesuai dengan UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah. Sebenarnya ini bukan lagi menjadi kewenangan kami. BPN-lah yang berwenang,” jelasnya.
Ia menyayangkan jika ada klaim dari masyarakat bahwa pihak Balai Jalan selama proses pengerjaan hanya memberikan uang sirih pinang.
“Itu tidak benar,” katanya. “Yang kita lakukan waktu itu ialah berdialog dengan warga. Uang sirih pinang itu hanya sekedar mengumpulkan warga dan melakukan diskusi dengan mereka. Kan begitu adatnya. Dalam diskusi itu, kami jelaskan bahwa nanti kami akan melakukan ganti rugi tanah warga. Tolong masyarakat pahami ini,” pungkas dia.
Sumber:
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar