EDARAN LIBUR PASKAH TAHUN 2024

FLR Dan BPM Sudah Bisa Jadi Tersangka



Berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan, pengamat hukum sekaligus peneliti pusat anti korupsi (PaKU) Undana Kupang, Darius Antonius Kian  mengatakan,mantan  Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan Sekretaris Daerah NTT Benediktus Polo Maing sudah bisa dijadikan tersangka.
Menurut Darius  yang dihubungi VN, Selasa, (5/11) siang, keterangan dari dua saksi dalam persidangan sudah cukup untuk jaksa  menetapkan keduanya sebagai tersangka.
“Keterangan dari dua saksi itu sudah cukup untuk jaksa tetapkan sebagai tersangka. Tetapi harus konfirmasi  sebab dan akibat kepada saksi. Karena konfirmasi itu untuk membuktikan niat melakukan  tindak pidana  korupsi. Itu sangat perlu untuk dibuktikan sebelum menetapkan tersangka baru.” tandasnya.
Menurutnya,  jaksa bisa menetapkan tersangka baru jika hakim membuka ruang kepada jaksa untuk mengungkap kasus itu secara tuntas. Jaksa tidak perlu takut menentukan tersangka baru jika sudah menggantongi dua alat bukti atau minimal dua keterangan saksi dalam persidangan.
“Kalau memang jaksa sudah kantongi dua alat bukti dan dua keterangan saksi dalam persidangan yah silahkan jaksa tetapkan tersangka baru. Tidak perlu takut. Yang penting diperhatikan baik-baik sehingga nanti jaksa tidak dipraperadilankan,” tegas Darius.
Menanggapi pengembalian uang fee dari kontraktor yang dikembalikan saksi dari tim peneliti kontrak, Darius mengatakan, pengembalian uang negara tidak serta merta menghilangkan kasus pidanannya.
Fee itu jika menciptakan kerugian negara itu maka itu korupsi. Kalau fee itu bukan masuk dalam kerugian negara maka itu masuk kasus suap,” ungkapnya.
Darius mengatakan jika ada pelaku dan ada yang turut serta juga dapat diminta pertanggungjawabkan kalau bukan disuruh untuk melakukan.
“Tetapi kalau  disuruh dan melakukan itu tidak bisa diminta pertanggungjawabkan. Kalau memberikan dan menerima suap itu pasti diminta pertanggungjawaban karena sengaja melakukan,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam persidangan terhadap terdakwa Yuli Afra, Senin, (4/11) pagi di pengadilan Tipikor Kupang, Ajudan mantan gubernur NTT, Ariyanto Rondak mengaku memberikan uang fee proyek NTT Fair dari Kepala dinas PRKP Yuli Afra  kepada Frans  Lebu Raya di ruang kerjanya.
“Sebelumnya Ibu Kadis PRKP (terdakwa Yuli Afra) telepon bilang saya ada suruh staf antar titipan untuk Bapak. Tolong ambil dan kasih ke Bapak,” ungkap Ariyanto ketika menjawab pertanyaan ketua majelis hakim, Dju Johnson Mira Mangngi.
Ariyanto menjelaskan, uang yang ia berikan kepada Frans Lebu Raya di ruang kerja terisi dalam amplop coklat. Uang itu ia terima dari staf Kadis PRKP, Boby Lanoe.
“Saya ambil dari pak Boby (staf Yuli Afra) langsung antar ke ruang kerjanya gubernur NTT Frans Lebu Raya. Waktu itu saya bilang mohon izin Bapak ini ada titipan dari Kadis PRKP untuk bapak. FLR bilang ia simpan saja di atas meja,” jelas Ariyanto Rondak.
Staf terdakwa Yuli Afra, Tobhias Adrianus Frans Lanoe alias Boby Lanoe mengaku titipan yang diberikan kepada Ariyanto Rondak  adalah uang untuk Gubernur NTT Periode 2008-2018, Frans Lebu Raya.
“Sebelum saya antar uang itu kepada Pak Ariyanto Rondak, Ibu kepala dinas PRKP Yuli Afra panggil saya ke ruangannya dan sampaikan bahwa  itu adalah uang untuk Pak Frans Lebu Raya,” ungkapnya.
Menjawab pertanyaan Hakim Ketua, Dju Johnson Mira Mangngi, Boby menjelaskan,  sekitar 7 atau 8 kali  diperintah terdakwa Yuli Afra untuk mengambil uang dari konsultan pengawas proyek NTT Fair, Fery Jons Pandie.
Menurut Boby, sekitar bulan Mei 2018 ia mengambil uang pertama kali pada terdakwa Fery Jons Pandie sebanyak Rp 75 juta. Selanjutnya ia mengambil lagi pada bulan Juni dan Juli namun ia tidak ingat lagi berapa jumlahnya.
“Saya dua kali diminta Ibu Kepala dinas PRKP, Yulia Afra untuk mengantar uang ke kantor Gubernur NTT. Uang itu kata Ibu kadis harus diberikan kepada gubernur (mantan gubernur NTT Frans Lebu Raya) melalui ajudannya Pak Ariyanto Rondak,” ujarnya.
Ditanya hakim terkait jumlah uang yang diantar ke mantan Gubernur NTT melalui ajudan, Boby mengaku tidak tahu pasti jumlah uang. Lantaran, uang tersebut diisi dalam amplop coklat yang kemudian dimasukan dalam map plastik.
Selain memberikan uang kepada Frans Lebu Raya,  Boby  Lanoe  mengaku diperintah kadis PRKP untuk memberikan uang kepada sekda NTT, Benediktus Polo Maing sebesar 125 juta melalui ajudannya Yohanes ND Ngabatanggupati. Namun, atas perintah terdakwa Yulia Afra maka diambil kembali Rp 25 juta sehingga yang diberikan kepada Sekda NTT hanya Rp100 juta.
Ajudan Sekda NTT Ben Polo Maing, Yohanes ND Ngabatanggupati dalam persidangan mengaku menerima amplop berisi uang dari saksi Boby Lanoe di sekitaran kawasan Pertamina TDM, Oebufu.
Sebelumnya, kata Yohanes, dia terlebih dahulu dipanggil Sekda NTT Benediktus Polo Maing ke ruangan untuk memberitahukan jika ada titipan dari kadis PRKP yang harus diambil.
“Setelah kami bertemu di kawasan pertamina TDM, Satu jam kemudian saya ditelepon oleh ibu Yuli dan Om Boby bahwa ada kelebihan Rp 25 juta untuk Pak Sekda sehingga harus kembali bertemu Om Boby  di rumah saudara untuk kembalikan uang Rp 25 juta,” jelasnya.
Menurut Yohanes, setelah uang Rp 25 juta dikeluarkan,  dia langsung mengantarkan uang tersebut ke rumah dinas Sekda NTT yang berada di depan Gua Monyet, Jalan RA Kartini Nomor 1, Kelapa Lima.
“Saya serahkan uang itu kepada Pak Sekda di ruangan tamu rumah dinas di depan Gua Monyet, Jalan RA Kartini Nomor 1, Kelapa Lima,” ungkapnya.
Sumber:
Berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan, pengamat hukum sekaligus peneliti pusat anti korupsi (PaKU) Undana Kupang, Darius Antonius Kian mengatakan,mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan Sekretaris Daerah NTT Benediktus Polo Maing sudah bisa dijadikan tersangka. Menurut Darius yang dihubungi VN, Selasa, (5/11) siang, keterangan dari dua saksi dalam persidangan sudah cukup untuk jaksa menetapkan keduanya sebagai tersangka. “Keterangan dari dua saksi itu sudah cukup untuk jaksa tetapkan sebagai tersangka. Tetapi harus konfirmasi sebab dan akibat kepada saksi. Karena konfirmasi itu untuk membuktikan niat melakukan tindak pidana korupsi. Itu sangat perlu untuk dibuktikan sebelum menetapkan tersangka baru.” tandasnya. Menurutnya, jaksa bisa menetapkan tersangka baru jika hakim membuka ruang kepada jaksa untuk mengungkap kasus itu secara tuntas. Jaksa tidak perlu takut menentukan tersangka baru jika sudah menggantongi dua alat bukti atau minimal dua keterangan saksi dalam persidangan. “Kalau memang jaksa sudah kantongi dua alat bukti dan dua keterangan saksi dalam persidangan yah silahkan jaksa tetapkan tersangka baru. Tidak perlu takut. Yang penting diperhatikan baik-baik sehingga nanti jaksa tidak dipraperadilankan,” tegas Darius. Menanggapi pengembalian uang fee dari kontraktor yang dikembalikan saksi dari tim peneliti kontrak, Darius mengatakan, pengembalian uang negara tidak serta merta menghilangkan kasus pidanannya. “Fee itu jika menciptakan kerugian negara itu maka itu korupsi. Kalau fee itu bukan masuk dalam kerugian negara maka itu masuk kasus suap,” ungkapnya. Darius mengatakan jika ada pelaku dan ada yang turut serta juga dapat diminta pertanggungjawabkan kalau bukan disuruh untuk melakukan. “Tetapi kalau disuruh dan melakukan itu tidak bisa diminta pertanggungjawabkan. Kalau memberikan dan menerima suap itu pasti diminta pertanggungjawaban karena sengaja melakukan,” jelasnya. Sebelumnya, dalam persidangan terhadap terdakwa Yuli Afra, Senin, (4/11) pagi di pengadilan Tipikor Kupang, Ajudan mantan gubernur NTT, Ariyanto Rondak mengaku memberikan uang fee proyek NTT Fair dari Kepala dinas PRKP Yuli Afra kepada Frans Lebu Raya di ruang kerjanya. “Sebelumnya Ibu Kadis PRKP (terdakwa Yuli Afra) telepon bilang saya ada suruh staf antar titipan untuk Bapak. Tolong ambil dan kasih ke Bapak,” ungkap Ariyanto ketika menjawab pertanyaan ketua majelis hakim, Dju Johnson Mira Mangngi. Ariyanto menjelaskan, uang yang ia berikan kepada Frans Lebu Raya di ruang kerja terisi dalam amplop coklat. Uang itu ia terima dari staf Kadis PRKP, Boby Lanoe. “Saya ambil dari pak Boby (staf Yuli Afra) langsung antar ke ruang kerjanya gubernur NTT Frans Lebu Raya. Waktu itu saya bilang mohon izin Bapak ini ada titipan dari Kadis PRKP untuk bapak. FLR bilang ia simpan saja di atas meja,” jelas Ariyanto Rondak. Staf terdakwa Yuli Afra, Tobhias Adrianus Frans Lanoe alias Boby Lanoe mengaku titipan yang diberikan kepada Ariyanto Rondak adalah uang untuk Gubernur NTT Periode 2008-2018, Frans Lebu Raya. “Sebelum saya antar uang itu kepada Pak Ariyanto Rondak, Ibu kepala dinas PRKP Yuli Afra panggil saya ke ruangannya dan sampaikan bahwa itu adalah uang untuk Pak Frans Lebu Raya,” ungkapnya. Menjawab pertanyaan Hakim Ketua, Dju Johnson Mira Mangngi, Boby menjelaskan, sekitar 7 atau 8 kali diperintah terdakwa Yuli Afra untuk mengambil uang dari konsultan pengawas proyek NTT Fair, Fery Jons Pandie. Menurut Boby, sekitar bulan Mei 2018 ia mengambil uang pertama kali pada terdakwa Fery Jons Pandie sebanyak Rp 75 juta. Selanjutnya ia mengambil lagi pada bulan Juni dan Juli namun ia tidak ingat lagi berapa jumlahnya. “Saya dua kali diminta Ibu Kepala dinas PRKP, Yulia Afra untuk mengantar uang ke kantor Gubernur NTT. Uang itu kata Ibu kadis harus diberikan kepada gubernur (mantan gubernur NTT Frans Lebu Raya) melalui ajudannya Pak Ariyanto Rondak,” ujarnya. Ditanya hakim terkait jumlah uang yang diantar ke mantan Gubernur NTT melalui ajudan, Boby mengaku tidak tahu pasti jumlah uang. Lantaran, uang tersebut diisi dalam amplop coklat yang kemudian dimasukan dalam map plastik. Selain memberikan uang kepada Frans Lebu Raya, Boby Lanoe mengaku diperintah kadis PRKP untuk memberikan uang kepada sekda NTT, Benediktus Polo Maing sebesar 125 juta melalui ajudannya Yohanes ND Ngabatanggupati. Namun, atas perintah terdakwa Yulia Afra maka diambil kembali Rp 25 juta sehingga yang diberikan kepada Sekda NTT hanya Rp100 juta. Ajudan Sekda NTT Ben Polo Maing, Yohanes ND Ngabatanggupati dalam persidangan mengaku menerima amplop berisi uang dari saksi Boby Lanoe di sekitaran kawasan Pertamina TDM, Oebufu. Sebelumnya, kata Yohanes, dia terlebih dahulu dipanggil Sekda NTT Benediktus Polo Maing ke ruangan untuk memberitahukan jika ada titipan dari kadis PRKP yang harus diambil. “Setelah kami bertemu di kawasan pertamina TDM, Satu jam kemudian saya ditelepon oleh ibu Yuli dan Om Boby bahwa ada kelebihan Rp 25 juta untuk Pak Sekda sehingga harus kembali bertemu Om Boby di rumah saudara untuk kembalikan uang Rp 25 juta,” jelasnya. Menurut Yohanes, setelah uang Rp 25 juta dikeluarkan, dia langsung mengantarkan uang tersebut ke rumah dinas Sekda NTT yang berada di depan Gua Monyet, Jalan RA Kartini Nomor 1, Kelapa Lima. “Saya serahkan uang itu kepada Pak Sekda di ruangan tamu rumah dinas di depan Gua Monyet, Jalan RA Kartini Nomor 1, Kelapa Lima,” ungkapnya.

Komentar